“Saya tidak ingin riset atau penelitian saya hanya berakhir di kertas. Harus diterapkan di lapangan. Saya lalu memilih bertani, dan Melon Alisha F1 ini adalah hasil dari kecintaan saya sama dunia pertanian”.
Laporan: Zainal Abidin Ridwan
Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 12.45 wita. Matahari sangat menyengat saat saya dan teman-teman dari Sinjai Info menyusuri jalan di Mangarabombang, Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur.
Kami menemukan rumah Reskiana setelah bertanya kepada warga setempat. Rumah panggung milik orang tua Kiki, sapaan akrab Reskiana, hanya berjarak sekira 70 meter dari SMAN 10 Sinjai.
Di samping kanan rumah panggung tersebut memancar cahaya kuning emas. Asalnya dari Buah Melon yang diterpa mentari. “Inilah mungkin buah Melon yang dibudidayakan Reskiana,” ucapku sama dua rekan yang mendampingi.
Setelah mengucap salam, dari dalam rumah muncul perempuan berjilbab dengan tinggi sedang. Ia menyapa kami dengan ramah. Sejurus kemudian, datang pria tua namun berbadan kekar. Ia adalah Saifuddin, ayah dari Reskiana.
Saifuddin adalah pensiunan TNI. Setelah pensiun ia memilih berkebun di pekarangan rumahnya, yang luasnya hanya sekira 4 are. Kami bersama Saifuddin dan Reskiana lalu mengobrol di kolong rumah, di balai-balai yang terbuat dari bambu. Jaraknya hanya 5 meter dari ratusan buah Melon yang bergelantungan.
“Setelah merampungkan kuliah di Jepang (Maret 2019), saya kembali ke Sinjai dan berpikir untuk bertani dengan membudidayakan Melon Alisha F1 di pekarangan rumah. Dan ternyata hasilnya luar biasa,” ungkap Reskiana, mengawali pembicaraan.
Melon jenis Alisha cocok dibudidayakan di Sinjai. Ketika musim kemarau panjang, ungkap alumni SMAN 1 Sinjai, ini maka menanam Melon Alisha menjadi solusi tepat.
“Saya lihat lahan pertanian kita sebagian besar menganggur ketika kemarau. Nah, menanam Melon Alisha ini sangat tepat. Untuk pupuk, saya menggunakan pupuk organik (kotoran sapi), dan penyiraman hanya dua kali sehari,” ungkapnya memberi tips.
Salah satu keuntungan aplikasi pupuk organik (kotoran sapi), selain menunjang nutrisi yang baik bagi tanaman, juga memperbaiki struktur atau tekstur tanah. Alumni S1 Teknologi Pertanian, UNHAS ini pun menganjurkan penggunaan pupuk organik.
Kiki pernah gagal saat mencoba menanam Melon di tahun 2014 tanpa aplikasi pupuk organik. Namun kegagalan itu ia jadikan pengalaman berharga. Ia lalu mencoba menanam menggunakan aplikasi pupuk organik, dan berhasil.
“Saat menanam tanpa aplikasi pupuk organik, ketika buah melon sudah matang, daunnya pun menguning dan layu. Alhamdulillah dengan aplikasi pupuk organik, meskipun buah Melon sudah matang, tanaman Melon masih hijau bahkan tumbuh bakal buah baru,” terang anak pertama dari tiga bersaudara ini. Ia lalu memperlihatkan kepada penulis, bakal buah baru yang tumbuh satu pohon dengan buah yang sudah siap panen.
Jika fokus mengurus tanaman bernilai ekspor ini, Melon Alisha F1 bisa dipanen 60-72 hari. Saya mencatat, tidak sampai 20 bedengan yang dibuat Kiki bersama ayahnya.
Setiap bedengan yang ditutup dengan plastik mulsa hanya memiliki panjang 5 meter. Jarak antar bedengan 40 sentimeter, dengan jarak tanam 50 sentimeter. Kendati jumlah bedengan sedikit, namun hasilnya melebihi ekspektasi.
Melon Golden Alisha F1 yang siap panen jumlahnya mencapai ratusan buah, dengan berat buah rata-rata 1.8 -2.7 kilogram. “Yang ukuran besar harganya 30 ribu. Harga bervariasi berdasarkan ukuran atau berat buah,” kata Kiki yang menyelesaikan studinya di Agricultural and Environmental Engineering, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang.
Penulis coba browsing dan searching di situs belanja online. Ternyata Melon Alisha tersedia secara online, namun harganya mencapai 75 ribu padahal ukuran atau beratnya sama dengan Melon yang dibudidayakan Kiki.
Golden Melon Alisha yang selama ini hanya dapat ditemukan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah, kini juga sudah dikembangkan di Kabupaten Sinjai. Tentu melalui tangan perempuan muda bergelar doktor (Ph.D) yang lebih memilih jadi petani ketimbang akademisi.
Menolak Jadi Dosen, Memilih Jadi Petani
“Saya tidak ingin riset atau penelitian saya hanya berakhir di kertas. Harus diterapkan di lapangan. Saya lalu memilih bertani, dan Melon Alisha F1 ini adalah hasil dari kecintaan saya sama dunia pertanian,” begitu ucap Reskiana saat penulis menanyakan alasannya kembali ke kampung, lalu memilih menjadi petani.
Di Jepang, saat ia menempuh studi, petani adalah profesi yang membanggakan. Kiki berharap kebanggaan yang sama juga dirasakan oleh anak-anak muda di Sinjai.
“Tidak perlu gengsi. Di Jepang saja orang bangga jadi petani. Dan di Indonesia khususnya Sinjai, kita punya sumber daya alam untuk bertani dan ada inovasi yang bisa diterapkan,” katanya memotivasi.
Anak pertama dari pasangan suami-isteri, Saifuddin dan Harlina, ini mengaku sempat ditawari mengabdi di kampusnya, menjadi dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB adalah kampus di mana ia menyelesaikan studi S2 pada jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan.
“Sepulang dari Jepang, pembimbing saya di IPB mengajak ke kampus untuk mengabdi. Tapi saya bilang mau pulang kampung untuk bertani. Saya belum berpikir menjadi dosen,” katanya dengan senyum semringah.
Ia juga sempat menyinggung bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia beberapa tahun ke depan. Namun bonus atau kelebihan usia produktif tersebut tak ada gunanya jika anak-anak muda tidak memiliki skill atau keterampilan. Khususnya skill di bidang pertanian.
Kemauan yang keras dan doa restu orang tua menjadi kekuatan Reskiana selama menempuh pendidikan. Setelah menyelesaikan S1 di UNHAS, ia mendapatkan beasiswa dan lanjut ke IPB Bogor.
Di IPB Bogor ia termasuk mahasiswi berprestasi. Ia juga fasih berbahasa asing (Inggris). Karena prestasinya ia sempat mengikuti kegiatan di Jepang bersama delapan orang temannya.
“Setelah kunjungan ke Jepang ia menghubungi saya dan bilang mau lanjut kuliah di Jepang. Saya katakan gaji pensiunan tentara itu tidak seberapa. Tapi dia bilang adaji beasiswa, jadi saya izinkan saja dia kuliah di sana (jepang),” tutur Saifuddin menceritakan perjalanan anaknya kuliah ke Jepang.
Kini Reskiana, anak pertamanya fokus bertani. “Kalau anak kedua saya mengikuti jejak saya menjadi tentara. Sekarang dia bertugas di Kodim Sinjai. Kalau yang bungsu saat ini kuliah di UNHAS Jurusan Agro Teknologi,” tambahnya.
Saifuddin mengaku banyak belajar dari anaknya untuk soal bertani Melon. Bahkan ia sudah menguasai ilmu pembibitan Melon hingga pasca panen. Ia juga mengajak petani di Sinjai membudidayakan Melon.
“Selama anak-anak kita kemauannya keras dan mau belajar, maka kita sebagai orang tua harus memberikan kesempatan kepada mereka. Ketika dia (reskiana) bilang mau jadi petani, ya.. saya harus bilang apa. Itu pilihannya,” tandasnya.
Biodata:
Nama: Reskiana
TTL: Ujung Pandang, 26 September 1985
Alamat: Kelurahan Samataring, Kec. Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai.
Ortu: Saifuddin (ayah), Harlina (ibu)
Pendidikan (menengah-PT)
1. SMA Negeri 1 Sinjai (2003)
2. S1: Teknologi Pertanian, UNHAS (2008)
3. S2: Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB (2014)
4. S3: Agricultural and Environmental Engineering, Tokyo University of Agriculture and Technology, Japan (2019).