Rumah Koran Berbagi Sayur

Pendiri Rumah Koran Kanreapia, Kabupaten Gowa, Jamaluddin dg. Abu (kiri) menyerahkan sayur kepada penerima manfaat, Selasa (12/05) pagi di Posko Titik Pengumpulan Sayur Segar Kampung Sayur. (foto: doc pribadi)

Oleh: Zainal Abidin Ridwan

Petani sayur di Kampung Sayur Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa bagi-bagi sayur, gratis. Turun harga lalu protes?, tidak. Sayur mereka tidak laku-laku?, bukan. Tidak ada lagi yang mau makan sayur?, salah. Mereka menyumbang sayur untuk warga terdampak wabah virus corona Covid-19. Hanya di Kabupaten Gowa?, bukan. Mereka siap menyuplai kampung-kampung dan lorong-lorong di Sulawesi Selatan yang warganya melakukan isolasi mandiri.

Gerakan petani berbagi sayur ini digagas Jamaluddin dg. Abu. Saya kerap memanggilnya Daeng Abu. Kadang Jamal saja. Pertama kali berkenalan dengan Jamal saat saya mengikuti Kemah Literasi Inklusi, 20-21 Juli 2019 di Kampung Sayur Kanreapia. Kemah ini digagas oleh Rumah Koran bersama ELSIM dan Rumah Forum Literasi Sulsel. Anda tau Kampung Sayur?.

Bagi yang sering ke Makassar melalui jalur Sinjai-Malino, atau menjadikan Malino sebagai objek wisata andalan, maka pasti akrab dengan bangunan milik TVRI dengan menara menjulang di halaman kantornya, di Kanreapia. Letaknya di sisi kiri dari arah Kabupaten Sinjai. Nah, jalan di depan kantor pengawas menara TVRI inilah rute ke Kampung Sayur.

Kami berkemah pada sepetak tanah di kaki bukit Kanreapia. Menurut Jamal, lahan untuk kemah ini absen sementara dari sayur mayur demi suksesnya kemah literasi. Saya lupa saat itu dinginnya berapa derajat, dan kecepatan anginnya berapa kilometer per jam. Yang pasti beberapa tenda peserta rata dengan tanah karena kencangnya tiupan angin. Sepertinya itu sambutan spesial untuk peserta. Di hari kedua cuaca sudah lebih mendukung bagi mereka yang berasal dari pinggir pantai.

Awalnya saya mengira Jamal ini Polisi. Bhabinkamtibmas persisnya. Body-nya tinggi, atletis, dan perawakannya tak seperti petani sayur pada umumnya. Ternyata pure, ia petani sayur. Ia pula yang mendirikan Rumah Koran di Kanreapia. Penamaan Kampung Sayur sendiri hasil diskusi di Rumah Koran.

Rumah Koran adalah komunitas pertanian di Kanreapia. Sebagai tempat ber-literasi, Jamal lalu membuat rumah berukuran sekira 7×4 meter. Dinding rumah tersebut dipenuhi dengan tempelan koran. “Harapannya, Rumah Koran dimanfaatkan sebagai wadah bagi masyarakat atau petani sayur mendapatkan informasi dan melahirkan budaya literasi” ucapnya saat itu.

Jamal bukanlah petani biasa. Ia selalu berupaya menjadi petani yang sarat dengan ilmu mengolah lahan dan memasarkan hasil. Makanya selain bertani, ia tak lupa akan studi. Pria kelahiran Gowa, 20 Agustus 1988 ini telah merampungkan studi S2. Wow, keren. Petani bergelar master. Rumah Koran saat ini adalah tempatnya mengajar dan belajar.

“Rumah Koran ini menjadi tempat bagi anak-anak petani untuk belajar. Jadi di waktu senggang, ketika orang tua mereka di kebun, saya selalu mengajak anak-anak ini ke Rumah Koran. Mereka belajar bercocok tanam, membuat kerajinan hingga permainan bernilai edukasi,” terangnya. Saya takjub. Luar biasa anak muda ini.

Dari ide mendirikan Rumah Koran dan Kampung Sayur, Jamal berhasil mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award tahun 2017, dan HKTI Innovation Awards Tahun 2018 serta penghargaan lainnya. Namun ia tak jemawa dengan seabrek piala dan piagam. Kreatifitas tak boleh statis.

Berbagi Sayur saat Pandemi Wabah

Sebagai Pegiat Literasi, Jamal memanfaatkan jaringan Rumah Koran di berbagai daerah untuk mensosialisasikan program Petani Berbagi. Gerakan ini sebagai wujud petani literasi peduli covid 19. Saya juga terpapar kabar tersebut karena berada di grup literasi yang sama dengan Jamal.

“Gerakan ini adalah berbagi sayur segar sebagai bentuk partisipasi dan edukasi kepada petani, bahwa menyumbang tidak mesti selamanya harus dengan uang tetapi bisa berupa sayur segar,” tulisnya, saat saya menanyakan maksud gerakan yang ia buat.

Ia menjelaskan, mekanisme penyaluran sayur segar ini cukup sederhana. Rumah Koran sebagai posko atau titik pengumpulan menampung hasil donasi sayur para petani, lalu diserahkan kepada dapur umum, maupun desa-desa yang warganya diisolasi karena covid-19.

Gerakannya menjadi viral. Satuan Brimob Polda Sulsel tertarik. Mereka lalu berkolaborasi. Lahirlah gerakan Petani Berbagi-Brimob Menjemput. “Kami berkolaborasi. Kami siapkan sayurnya, Brimob menjemput. Kenapa harus dijemput? agar mudah akses pengantarannya,” tulisnya lagi. Oh.. iyya, saya lupa. Kolaborasi memang penting karena adanya penerapan PSBB di Gowa dan Makassar. Repot juga kalau Jamal dan kawan-kawannya yang harus mengantar sayur.

Saling berbagi dan saling menguatkan di saat pandemi wabah covid-19 sangatlah penting. Jamal paham itu. Ia pun tak segan membuka diri bagi donatur lainnya yang mau bertukar donasi. Seperti tulisan saya sebelumnya soal barter sebagai pengganti uang, Jamal pun siap menukarkan sayur dengan barang lainnya karena petani di Kampung Sayur pun terdampak covid-19. Misalnya nih, Anda punya Telur serak, itu bisa ditukarkan dengan sayur.

“Juga bisa ditukar dengan koran bekas,” tulis Jamal

Lho, kok bisa? tanyaku.

Ternyata di kampung sayur, katanya, banyak pedagang sayur yang membutuhkan koran bekas yang digunakan untuk membungkus sayuran yang akan dikirim ke luar daerah. Koran bekas. Hmm.. saya lalu ingat saat masih kerja untuk Harian Fajar, koran yang tidak jadi return ke kantor pusat hanya bertumpuk di Kantor Biro Sinjai. Jika ‘tanggal tua’, koran-koran bekas itu saya timbang, hehe..

Wabah masih mengintai. Belum jelas kapan usainya. Yang pasti Jamal dan teman-temannya baru memulai gerakan berbagi sayur ini. Di handphone-nya pasti telah banyak berisi permintaan sayur segar. Tentu belum termasuk permintaan dari saya. Tapi saya tak akan meminta kali ini. Saya ingin memetiknya langsung di Kampung Sayur setelah wabah ini berlalu. Rumah Koran, Aku merindukanmu !!. (*)