Sinjai.Info, Sinjai Utara, — Aliansi Tahura Menggugat (ATM) kembali melaksanakan Dialog Publik Jilid 4. Dialog bertempat di Ruang Inspirasi, Jl. Dr. Hamka, Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara, Senin, (12/7/2021) malam.
Dengan mengusung tema “Selamatkan Rimba Terakhir Lompobattang – Bawakaraeng”, ATM mengundang sejumlah pejabat dan OPD yang menangani Pembangunan Bumi Perkemahan Tahura Abdul Latif Sinjai seperti Bupati, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Sinjai.
Kemudian narasumber dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan Muhammad Al- Amin dan Moderator dari Mongabay Indonesia, Wahyu Chandra.
Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al-Amin menyampaikan bahwa Tahura adalah hutan terakhir di Sulawesi Selatan bagian selatan yang mesti dijaga kelestariannya
“Tahura itu harus dikembangkan lebih arif dan dijaga, karena tahura ini hutan terakhir di bagian selatan Sulawesi Selatan” tegas Muhammad Al-Amin.
Ia menyayangkan karena sejumlah narasumber dari OPD terkait tidak hadir untuk membuka diri berdialog. Termasuk ketidakhadiran Bupati Sinjai.
“Dengan berdialog bersama Bupati kita bisa menata kembali Sinjai yang berkelanjutan, namun sayangnya tidak ada sama sekali perwakilan dari Pemda yang datang membuka diri dengan kita,” terangnya.
Lombobattang – Bawakaraeng adalah amanah yang harus dijaga, jelas aktivis lingkungan ini. “Olehnya itu mari kita tanami kembali, hijaukan. Dan kepada Bupati Sinjai hentikan rencana tidak baik ini, buka pintu dialog, berani untuk berdialog dengan kami karena tidak ada salah dan ruginya berdialog dengan kami,” jelas Amin saat mengakhiri paparannya.
Sedang itu Fandi, yang merupakan perwakilan dari ATM menyampaikan sejauh mana bentuk pengawalan yang dilakukan dalam penolakan Bumi Perkemahan di Tahura.
“Kita tidak akan berhenti menyuarakan ini sampai ada kata berhenti dari Pemda mengenai Pembangunan Buper ini, karena
Tahura adalah upaya penyelamatan hutan di bagian selatan-selatan bagaimana caranya agar tahura ini tetap lestari dan sesuai fungsinya, yaitu sebagai pusat kawasan konservasi,” harapnya.
Aliansi Tahura Menggugat sangat menyayangkan karena tidak hadirnya sejumlah narasumber yang berkompeten seperti Bupati sebagai penentu kebijakan, DLHK sebagai dinas yang menaungi pengelolaan Tahura dan Disparbud yang merancang konsep Ekowisata di Buper Tahura.
Dialog ini dihadiri oleh Mahasiswa, Pemuda, serta beberapa Aktivis Lingkungan Sinjai.
(Awal)