Oleh: St. Nuriyah Jumrah
Sebuah riset yang dimuat dalam tulisan Muhammad Arsad Dalimunte berjudul Tujuh Masalah Dalam Praktik Koperasi: Mencari Fakta Yang Memberi Harapan membocorkan sebuah fakta yang sesungguhnya tak terlalu mencengangkan bahwa kondisi per-koperasi-an di Indonesia hari ini hanya tumbuh
dalam tagline dan bentuk formalitas kelembagaan semata. Namun sesungguhnya jiwa koperasi sebagai identitas perekonomian Indonesia telah meluntur di masyarakat. Masalah pertama, kurangnya pemahaman masyarakat tentang koperasi. Masyarakat cenderung memahami koperasi hanya dari sisi arus modal. Hal tersebut dikarenakan masyarakat hanya familiar dengan model koperasi simpan pinjam. Namun inti dari koperasi sesungguhnya adalah sebagai society movement atau gerakan ekonomi gotong-royong yang memungkinkan masyarakat dapat mendirikan kelompok usaha patungan dengan modal kecil.
Kedua, kuantitas jumlah koperasi tidak dibarengi oleh kualitas pengelolaan sehingga tidak memberi kontribusi terhadap perekonomian. Data tahun 2014 menunjukkan dengan jumlah koperasi mencapai 200.000 unit hanya mampu menyumbang 2% terhadap Produk Domestik Bruto. Sementara di Tahun 2020 dari jumlah koperasi 127.124 tahun 2020 baru menyumbang 5% terhadap Produk Domestik Bruto yang semula ditergetkan 5.5%. Namun tak hanya itu, terhitung sejak tahun 2015 kuantitas koperasi di Indonesia mengalami tren penurunan setiap tahunnya.
Ketiga, koperasi sudah tidak menarik lagi bagi generasi muda (milenial dan generasi Z). Terutama bagi generasi Z, koperasi dianggap sebagai sesuatu yang telah kuno atau ketinggalan zaman. Padahal minat generasi muda terhadap koperasi sangat mempengaruhi perkembangan koperasi dan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi. Mengapa demikian? Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa di tahun 2030 indonesia akan menghadapi bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif akan melebihi jumlah penduduk lansia dan anak-anak (Badan Pusat Statistik, 2012).
Fakta tersebut telah terbukti melalui sensus penduduk 2020, khusus untuk Kabupaten Sinjai proporsi Generasi Z (lahir tahun 1997-2012 perkiraan usia sekarang 8-23 tahun) sebanyak 30,87 persen dari total populasi dan Generasi Milenial (milenial lahir tahun 1981-1996 perkiraan usia sekarang 24-39 tahun) sebanyak 23,53 persen dari total populasi Kabupaten Sinjai. Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Dengan kata lain, saat ini generasi muda adalah pemegang kendali dalam perekonomian. Kurangnya
adaptasi koperasi terhadap tren termasuk salah satu penyebabnya. Sementara generasi milenial dan generasi Z tergolong generasi yang tanggap terhadap tren finansial seperti investasi berbasis online dan transaksi elektronik.
Koperasi, Solusi Pembangunan Ekonomi Daerah di Masa Pandemi
Koperasi adalah kelompok usaha kerakyatan yang dijalankan dengan prinsip gotong-royong. Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian menjelaskan tujuan koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan.
Dengan memberi kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam badan usaha yang dikelola oleh koperasi memungkinkan masyarakat memperoleh laba dari hasil usaha tanpa harus memiliki modal besar. Oleh karena desain pengelolaan koperasi yang berasas kekeluargaan dan demokrasi sehingga koperasi disebut sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Lahirnya koperasi diharapkan mampu mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkan perekonomian baik dalam skala Nasional maupun di daerah.
Namun pandemi covid-19 yang telah berlangsung dua tahun menghadirkan berbagai masalah perekonomian yang dampaknya sangat terasa bagi masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah. Implikasinya, kesempatan kerja semakin sempit dan beberapa UMKM tak dapat beroperasi. Bahkan di antaranya ada yang gulung tikar dan kesulitan bangkit kembali karena kendala modal. Akibatnya, beberapa bidang usaha yang tidak bisa beroperasi menyumbang jumlah pengangguran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sinjai sebagaimana disampaikan oleh Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sinjai, Hamka Makmur menunjukkan bahwa pandemi menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Sinjai dengan angka yang sangat signifikan. Dari jumlah 2.579 di tahun 2019 meningkat menjadi 3.395 jiwa di Tahun 2020 atau bertambah sebanyak 816 jiwa dalam satu tahun.
Dalam kondisi ini koperasi hendaknya hadir untuk menjadi solusi dalam membangkitkan kembali perekonomian masyarakat yang merosot selama pandemi. Melalui sistem ekonomi kekeluargaan yang berdasarkan pada kepercayaan dapat menjadi jalan bagi masyarakat untuk bangkit bersama. Sistem usaha bersama melalui koperasi bisa mengatasi masalah sulitnya membangun usaha karena modal
sebab modal usaha tidak harus dipikul oleh satu orang saja melainkan dikumpulkan bersama sesuai kemampuan anggota.
Menjamurnya pedagang online berskala kecil di Kabupaten Sinjai menunjukkan minat berwirausaha yang tinggi. Hal ini dapat menjadi daya dukung untuk pertumbuhan koperasi apabila diorganisir sesuai minat usahanya. Dengan demikian, koperasi dapat melahirkan UMKM baru dalam bentuk
usaha bersama dan menyokong UMKM yang telah ada melalui permodalan. Terlebih lagi dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah telah sangat mempermudah pembentukan dan pertumbuhan koperasi. Mulai dari syarat pendirian koperasi yang dipermudah, mekanisme pengelolaan yang lebih fleksibel melalui sistem rapat yang bisa dilakukan secara daring hingga pelaporan hasil rapat yang sudah dapat dilakukan secara elektronik. Dalam pasal 10 ayat 6 dijelaskan bahwa kegiatan usaha koperasi dapat memiliki dan/atau memanfaatkan platform teknologi digital untuk mendorong
akselerasi dan integrasi serta daya saing.
Inovasi Koperasi Digital untuk Generasi Muda
Sebuah penelitian berjudul Persepsi Dan Minat Generasi Z Dalam Berkoperasi Guna Mendorong Keberlanjutan Koperasi (Studi Pada CU Betang Asi)oleh Olivia Winda Ony Panjaitan, Ani Mahrita dan Kanti Rahayu menunjukkan bahwa mayoritas generasi Z tidak memiliki minat terhadap koperasi karena
dipandang kuno dan ketinggalan zaman. Generasi Z yang notabene lahir di tengah pesatnya perkembangan teknologi menghendaki inovasi usaha yang profesional, terpercaya dan modern. Begitupun dengan generasi milenial yang terbiasa dengan segala hal yang instan, real time, mudah, murah, nyaman dan aman.
Tak heran bila generasi muda sangat gandrung terhadap investasi online dan berbagai macam
transaksi keuangan berbasis elektronik. Minat investasi dan literasi finansial generasi muda pada dasarnya tinggi. Pihak Mandiri Sekuritas mencatat hampir sebesar 70 persen pemesan saham
Bukalapak adalah generasi Gen Z dan generasi milenial dengan rentang usia 20 hingga 39 tahun. Kisaran tersebut mereka ketahui saat penawaran umum perdana saham atau IPO. Maka untuk menggaet generasi muda agar tertarik untuk terlibat dalam pengelolaan koperasi intinya adalah pada inovasi sistem pengelolaan koperasi yang harus mengikuti tren digital.
Langkah pertama harus dimulai dengan menghadirkan koperasi digital yang dapat diakses melalui platform android yang ringan dan mendukung transaksi keuangan elektronik. Hal tersebut juga dapat dilakukan dengan mengupayakan koperasi yang sudah ada agar didukung oleh sistem membership dan transaksi keuangan digital. Dengan demikian, masyarakat dapat bergabung sebagai anggota koperasi dengan mudah, menghadiri rapat dan melakukan transaksi penyetoran simpanan maupun pencairan SHU secara online.
Langkah selanjutnya adalah peningkatan kapasitas pengelola koperasi dengan mengoptimalkan potensi generasi Z dan generasi milenial yang adaptif terhadap perubahan. Selain itu, perlu pula dibarengi dengan literasi koperasi bagi generasi muda agar semangat, jiwa dan asas pengelolaan koperasi dapat terwariskan. Melalui semangat ekonomi kekeluargaan yang dibingkai dengan
inovasi teknologi yang praktis serta potensi soft skill generasi muda yang mumpuni, maka tidak sulit untuk bangkit bersama dalam membangun kembali perekonomian masyarakat yang telah tergerus pandemi.
Koperasi adalah sokoguru perekonomian Indonesia yang sejalan dengan Pancasila dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat secara luas. Namun, lunturnya penjiwaan asas-asas koperasi menyebabkan pengelolaan koperasi tak lagi berjalan secara maksimal. Selain itu, kurangnya inovasi dalam pengelolaannya menyebabkan koperasi mulai tak dilirik oleh generasi muda. Padahal, generasi
muda (generasi Z dan generasi milenial) adalah populasi terbesar di Kabupaten Sinjai. Bukan hanya besar dalam jumlah, namun generasi muda juga cenderung lebih adaptif dan memiliki akses literasi yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam menyokong pembangunan ekonomi daerah di masa pandemi ini, sangat penting untuk merangkul generasi muda dalam menghidupkan koperasi sebagai wadah untuk bangkit bersama melalui inovasi koperasi digital.
*Penulis adalah peraih Juara I Lomba Esai Harkopnas 2021 tingkat Provinsi Sulsel di Kabupaten Sinjai