Oleh: Faridah, S.Kom.I.,M.Sos.I.
Valentine Day atau disebut dengan hari kasih sayang, hari ini sering dirayakan pada setiap tanggal 14 Februari oleh orang-orang tertentu. Ketika hari tersebut tiba, mereka mengungkapkan rasa sayangnya kepada orang yang dikasihinya dengan cara romantis dan manis. Perilaku ini mencakup pada semua yang dikasihi bukan hanya kekasih saja, tetapi juga kepada sahabat, saudara, orang tua, guru, dan orang yang dikasihi lainnya. Perayaan tersebut dilakukan dengan cara bertukar kado, saling memberi ucapan, menghabiskan waktu bersama dan banyak hal yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa sayangnya.
Kasih sayang atau cinta ketika dikaji lebih dalam ternyata memiliki banyak objek seperti cinta kepada Allah swt, cinta kepada wanita-wanita, cinta kepada anak-anak, cinta kepada harta yang banyak, cinta kepada orang yang berhijrah, cinta kepada keimanan dan masih banyak objek cinta lainnya. Kajian tentang cinta menemukan gambaran bahwa mencintai identik dengan menginginkan. Kecintaan terhadap sesuatu yang diinginkan menjadikan sesuatu itu indah dalam pandangan orang yang mencinta. Imam al-Ghazali menyatakan tentang defenisi mahabbah yang paling mendasar yakni sebagai suatu kecenderungan naluriah kepada sesuatu yang menyenangkan (Al-Ghazali, 293).
Cinta merupakan suatu perasaan yang menyebabkan kecondongan manusia kepada yang dicintainya, cinta ini menjadikan sebab ketundukan dan penghambaan manusia dalam bentuk pengorbanan dan sejenisnya kepada yang dicintainya. Demikianlah cinta diharapkan hanya murni kepada Allah swt, karena kecintaan kepada tandingan atau zat selain Allah swt menyebabkan murka dan azab Allah swt.
Allah swt menyampaikan bahwa “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga), (Q.S. Ali- Imran/3; 14).
Cinta murni kepada Allah swt akan berdampak nikmat dan balasan kebajikan dari Allah swt seperti yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya yang menguraikan tentang perkara cinta, “Rasulullah bersabda: ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya niscaya ia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya menjadi yang paling ia cintai daripada selain keduanya. Mencintai seseorang karena Allah semata. Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci dilemparkan ke dalam api” (Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah al-Bukhari, h. 14).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa kecintaan kepada Allah swt berefek pada dirasakannya nikmat manisnya iman. Adapun wujud cinta manusia kepada Allah swt adalah ketika manusia menjalankan segala perintah Allah swt dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala bentuk perintah Allah swt seperti shalat, bersedekah, berpuasa, membaca al-Qur’an dilakukan dengan ikhlas hati. Seorang manusia yang mencinta senantiasa merindukan untuk berjumpa dengan Allah swt. Pada hakekatnya, kecintaan kepada Allah swt menimbulkan kecintaan kepada Rasululullah saw dalam posisi ke-dua dan terakhir kecintaan kepada mahluk lainnya atau segala bentuk ciptaan lainnya.
Seorang Sufi perempuan, Rabiah al-Adawiyah mengatakan bahwa Aku mencintaimu dengan dua cinta, pertama adalah cinta berahi, dan kedua, cinta yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu. Adapun cintaku yang pertama, yakni cinta birahi, adalah dzikir-ku kepada-Mu, yang memalingkanku dari selainMu. Sedangkan cintaku yang disebabkan karena engkau berhak untuk cinta itu adalah terbentangnya rahasia-Mu di hadapanku, hingga aku melihat-Mu. Tidak ada sanjungan untukku dalam cinta yang pertama, tidak juga yang kedua. Justru segala puji untuk-Mu dalam cintaku yang pertama dan yang kedua. (An-Nabawi Jaber Siraj dan Abdussalam A. Halim Mahmud, 2003).
Rasulullah saw di dalam hadis Qudsi bersabda, “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Utsman bin Karamah telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal, telah menceritakan kepadaku Syarik bin Abdullah bin Abi Namir dari ‘Atho` dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. (Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari,, h. 2384)
Hadis tersebut menguraikan tentang prosedur dan daya upaya yang dlakukan oleh umat manusia dalam menggapai cinta Allah swt dan dampak yang ditimbulkan ketika cinta Allah telah diberikan sebagai ganjaran dan balasan dari segala daya upaya manusia untuk menggapai cinta-Nya. Sesungguhnya cinta yang merupakan kebutuhan dasar umat manusia bahkan seluruh mahluk ciptaan Allah swt secara konkrit dan menyeluruh telah diuraikan dalam Al-Qur’an dan diperjelas pada hadis, pembahasan tentang cinta dalam konsep hubb sangat penting menjadi rujukan umat manusia dalam mencintai dan mengekspresikan cintanya.
Cinta yang paling utama seyogyanya diberikan hanya kepada Allah swt, sehingga dengan cinta tersebut akan timbul perihal-perihal positif yang terjadi, cinta tersebut akan meluaskan kepedulian dan mengeratkan persaudaran karena kesamaan tujuan dan objek cinta. Cinta kepada Allah swt menjadi penyebab cinta kepada alam semesta dan seluruh isinya, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. (*)
*Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis