Jurnalis Sinjai Bicara Pariwisata

Tampak di kejauhan dermaga Pulau Larea-rea, Kecamatan Pulau Sembilan. Pulau ini salah satu objek daya tarik wisata andalan di Kabupaten Sinjai. Pelibatan stakeholder sangat penting dalam mewujudkan Industri Pariwisata di Sinjai. (foto: ZAR/sinjaiinfo)

“Jangan sampai khalayak dibombardir foto-foto lokasi wisata, namun ketika mereka ke lokasi wisata tersebut hasilnya tidak sesuai ekspektasi”

Tampak di kejauhan dermaga Pulau Larea-rea, Kecamatan Pulau Sembilan. Pulau ini salah satu objek daya tarik wisata andalan di Kabupaten Sinjai. Pelibatan stakeholder sangat penting dalam mewujudkan Industri Pariwisata di Sinjai. (foto: ZAR/sinjaiinfo)

Laporan: Zainal Abidin Ridwan

Media sosial seperti Facebook dan Instagram, masih menjadi alat yang efektif untuk memasarkan produk barang dan jasa. Pada sektor pariwisata, penggunaan media sosial juga kian gencar untuk memasarkan produk-produk pariwisata.

Jika strategi pemasaran pariwisata melalui media sosial berjalan sesuai harapan, maka hal tersebut berimbas pada meningkatnya brand atau citra daerah, kunjungan wisatawan bertambah, Industri pariwisata bertumbuh, serta pendapatan daerah dan masyarakat makin meningkat.

Sebaliknya, strategi pemasaran yang salah akan berakibat pada kekecewaan wisatawan atau pengunjung. Bahkan mungkin tidak menghasilkan pendapatan signifikan bagi daerah dan masyarakat.

“Jangan sampai wisata kita hanya unggul di media sosial, dan tidak berdampak pada pemasukan daerah. Faktanya memasuki triwulan terakhir retribusi dari sektor pariwisata belum sesuai target,” beber Sirajuddin, wartawan salah satu koran harian saat diskusi ‘Jurnalis Sinjai Bicara Pariwisata’ di Pulau Larea-rea, Kamis 26 Desember 2019.

Sirajuddin menduga, lambatnya pencapaian target pendapatan ini akibat adanya kebocoran. “Atau bisa jadi faktor kekecewaan pengunjung karena tidak adanya fasilitas penunjang seperti sentra oleh-oleh dan penginapan di dekat lokasi wisata. Akhirnya mereka enggan datang kedua kalinya,” tambahnya.

Khalayak selama ini ‘dibombardir’ foto-foto lokasi wisata melalui media sosial. Akun Facebook ‘Ayo ke Sinjai’ misalnya. Setiap hari ada saja foto dan caption yang dibagikan. Tetapi pada caption atau keterangan gambarnya terkadang belum dilengkapi data-data yang akurat dan relevan.

Belum lagi foto dan keterangannya kadang tidak berkesesuaian. Diksi atau pilihan kata pada keterangan gambar adalah unsur yang tidak boleh diabaikan.

“Mestinya ada informasi yang jelas tentang kondisi di tempat wisata. Saya pekan lalu ada pengalaman kurang menyenangkan di kawasan mangrove Tongke-tongke, khususnya pengelolaan area parkiran,” keluh Rasyid, wartawan media online dari Makassar.

Rasyid menuturkan, saat itu ia bersama rekannya dari Makassar memarkir mobil di belakang loket retribusi. Selain membayar karcis tanda masuk ke hutan mangrove, ia juga membayar biaya parkiran.

Namun ia dan rekannya kecewa setelah ke luar dari hutan mangrove dan hendak kembali ke Makassar. Mobil yang ia parkir tak bisa ke luar karena terhalang tumpukan kendaraan roda dua. Saat itu memang hari Minggu saat kondisi padat pengunjung.

“Petugas parkirnya tidak jelas yang mana. Padahal kami sudah membayar. Akhirnya kami mesti menunggu sejam lebih untuk bisa ke luar,” tambahnya, Minggu, baru-baru ini.

Media sosial memiliki keunggulan yang mampu menjangkau koneksi ke seluruh dunia, berbagi informasi secara realtime, meningkatkan brand dan menjangkau target pasar.

Selain memanfaatkan media sosial, pemerintah daerah perlu mengajak wartawan melakukan media gathering di lokasi wisata yang ada di Sinjai, agar banyak hal yang bisa dituliskan sesuai sudut pandang masing-masing jurnalis.

Poin ini menjadi salah satu bahasan pada kegiatan curah gagasan bertajuk “Jurnalis Sinjai Bicara Pariwisata” di Pulau Larea-rea, Kecamatan Pulau Sembilan, Kamis (26/12/2019) pagi.

Peran Aktif Stakeholder

Mewujudkan industri pariwisata butuh waktu dan peran semua stakeholder. Bukan hanya tugas pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (disparbud) Kabupaten Sinjai. Pun adalah tugas Jurnalis meski sebatas kontribusi pemikiran dan tulisan.

Kepala Disparbud Sinjai, Haerani Dahlan mengakui bahwa pihaknya butuh bantuan dan kerjasama semua pihak dalam membangun sektor pariwisata. Utamanya beberapa perangkat daerah terkait.

“Saya sudah bicara sama teman-teman OPD untuk terlibat seperti PMD, Diskopukmnaker, Perindag, Dinas Perhubungan, pemerintah desa serta Pokdarwis. Termasuk dengan DLHK untuk urusan kebersihan,” ungkap Haerani.

Bahkan menurutnya, urusan kebersihan menjadi salah satu fokus perhatian. “Jangan sampai hanya objek wisatanya bersih tapi jalan masuk ke lokasi wisata sangat kotor dan penuh sampah plastik,” tambahnya.

Khusus Tongke-tongke, mantan Kepala BKPSDMA Sinjai ini mengaku tengah menyiapkan konsep “donasi bakau”, kemudian ada UKM pendukung yang menyiapkan cenderamata dan kuliner.

“Termasuk home stay, wisata edukasi bakau dan kampung warna warni. Saat ini tantangan terbesarnya di proses penyadaran masyarakat untuk berdaya dan berkarya. Itu butuh proses dan keterlibatan banyak pihak,” tulisnya melalui pesan WA.

Untuk mencapai tujuan dari pariwisata, karakteristik pesan yang disampaikan melalui media sosial dan media mainstream berperan penting dalam membentuk kepercayaan terhadap informasi yang diberikan. Selain itu manajemen pengelolaan objek wisata dan pelibatan stakeholder, adalah daya dukung mewujudkan Industri pariwisata di Kabupaten Sinjai. (*)