Petani di Desa Salohe, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai merelakan lahan mereka menjadi tempat literasi buah Melon. Mereka belajar budidaya Melon Emas hingga teknik irigasi mikro. Di penghujung Desember, para petani ini sudah menyaksikan warna keemasan bergelantungan di pohon-pohon yang mereka rawat.
Oleh: Satrianingsih
Sekira September 2021, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Reskiana bersama rekannya dari Universitas Gorontalo dan UNHAS Makassar datang ke Desa Salohe, Kecamatan Sinjai Timur untuk mengenalkan sistem teknologi irigasi mikro yang hemat biaya dan mudah diadopsi oleh petani.
Sistem ini diusung karena menurut Kiki –sapaan akrab Dr. Reskiana– selama ini petani kita khususnya di Sinjai, kalau musim kemarau susah bercocok tanam akibat terkendala dengan air. Dan kalau mau budidaya perlu penyiraman manual dengan sistem gembor alias angkat air dari sumber dan siram satu persatu. Model seperti ini jelasnya, menghabiskan tenaga dan waktu.
Alumni SMAN 1 Sinjai ini menyebutkan, teknologi irigasi mikro merupakan salah satu solusi untuk petani dapat melakukan budidaya di musim kemarau. “Selain itu sistem irigasi ini mampu menghemat air karena penyiraman langsung di daerah perakaran tanaman,” ungkapnya tentang kelebihan irigasi mikro.
Kiki bersama tim-nya mencoba penerapan irigasi mikro ini dengan menanam buah Melon jenis Golden Alisha F1 atau Melon Emas. Sebelum menanam, Kiki membentuk sekolah lapang untuk petani setempat. Sekolah yang bertujuan mengedukasi petani sebelum pada tataran praktik lapangan. Kegiatan ini didukung penuh tokoh masyarakat Desa Salohe yang juga mantan Kepala SMAN 2 Sinjai Selatan, Muhammad Arifin.
Menurut Arifin, petani juga harus terus belajar. Ia pun mengaku juga belajar agar masyarakat ikut termotivasi. Terlebih dirinya adalah Pengembang Teknologi Tepat Guna (TTG) di Desa Salohe.
“Saya mencoba untuk belajar juga, untuk memperihatkan pembelajaran kepada masyarakat dalam kapasitas saya di desa itu adalah pengembang teknologi tepat guna. Maka saya membuat percontohan untuk mengubah pola petani agar bisa sejahtera,” tuturnya, kepada penulis, Kamis (30/12/2021) sore.
Untuk lokasi belajar dan penanaman Melon, Arifin menyiapkan lahan miliknya dijadikan percontohan. Selama ini yang ia kembangkan di lahan tersebut adalah Buah Naga. “Alhamdulillah dengan bekerjasama bu Kiki dari LIPI, dan peneliti dari Gorontalo dan Unhas Makassar, lahan yang ditanami Melon seluas kira-kira 30 Are dengan jumlah pohon tiga ribu kini sudah tumbuh dan berbuah,” ucapnya.
Di lokasi penanaman Melon Emas yang dibina Dr. Reskiana, juga terdapat petani lain yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Salohe. Salah satu petani yang mengapresiasi kegiatan ini adalah Ketua Kelompok Tani Mamenge, Abdul Aziz.
Menurut Abdul Aziz, awalnya sekolah lapang hanya dikelola Kelompok Tani Mamenge. Kemudian ia melihat ada perkembangan sehingga melibatkan semua kelompok tani untuk belajar di sekolah lapang. “Hasilnya luar biasa bagus, dengan didampingi pak Arifin sebagai salah satu mitra, kini ibu-ibu yang aktif juga di kelompok sudah bisa panen Melon,” terangnya.
Pekan terakhir Desember 2021, adalah hari bernilai emas bagi petani di Desa Salohe. Panen perdana mereka disambut antusias warga setempat. Ada 60 pohon yang dipanen. Nilai jualnya mencapai 400 ribu. Cukup besar untuk panen perdana di 29 Desember 2021.
“Ada yang melihat di media sosial saat kami panen. Mereka juga memesan Melon. Bahkan ada rumah makan di Sinjai yang sudah memesan,” tambah Muhammad Arifin yang diamini ibu-ibu petani.
Kegiatan penelitian dan Sekolah Lapang Petani untuk penerapan Teknologi Irigasi Mikro pada Budidaya Tanaman Melon masih terbuka untuk petani lain di Sinjai. Sebagai orang Sinjai, Kiki yang juga Alumni Agricultural and Environmental Engineering, Tokyo University of Agriculture and Technology, mengaku sangat senang dan berharap jika ada petani dan generasi muda yang mau belajar di Sekolah Lapang Desa Salohe. (*)