Mengajak Kades Ikut Cegah Pernikahan Dini

Ruang pelayanan di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sinjai. Laporan perkara yang diterima oleh PA Sinjai selain perkara cerai adalah perkara Dispensasi Kawin yang angkanya cukup tinggi di tahun 2021. (foto: Agusman/sinjaiinfo)
Ruang pelayanan di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sinjai. Laporan perkara yang diterima oleh PA Sinjai selain perkara cerai adalah perkara Dispensasi Kawin yang angkanya cukup tinggi di tahun 2021. (foto: Agusman/sinjaiinfo)

Sinjai.Info, Sinjai Utara,– Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan akan berlangsung di 54 Desa, pada 17 Maret 2022. Para Calon Kepala Desa (cakades) diharapkan mengakomodir program kerja yang lebih berpihak kepada anak. Salah satunya program untuk mencegah perkawinan usia anak.

Bagi Musaddaq, aktivis anak yang juga pegiat desa, Pilkades 2022 menjadi momentum bagi seluruh cakades untuk memprioritaskan isu peduli anak dalam visi, misi dan program unggulannya.

Menurutnya, penting untuk dipahami bahwa isu anak merupakan salah satu bagian dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan dari pembangunan berkelanjutan yang penting didorong keberlanjutannya sebagai upaya sistematis untuk mencegah perkawinan usia dini, putus sekolah dan pekerja anak.

“Sebagai aktivis yang konsen mendorong perubahan di desa, saya mengharapkan cakades mempriotaskan isu anak ini. Peluangnya ada melalui wewenang penuh bagi pemerintah desa di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Ini sesuai amanah Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014,” jelas Musaddaq yang juga peneliti KOPEL, Kamis (20/1/2022)

Hal senada ditegaskan dua aktivis perempuan Sinjai, Nurul Iffah dan Badiana. Bagi Nurul Iffah, sudah saatnya pemerintah desa lebih fokus pada isu anak demi mencegah terjadinya perkawinan usia anak yang angkanya saat ini di Kabupaten Sinjai cenderung mengalami kenaikan.

Pencegahan pernikahan dini ungkapnya, harus dimulai dari lingkungan terdekat anak, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. “Peran pemerintah desa, selain memperhatikan pendidikan formal, non-formal, pemahaman agama, serta kesehatan fisik dan psikis anak, tentu juga harus dibarengi dengan perhatian pemerintah desa dalam bentuk peraturan atau kebijakan yang memprioritaskan yang terbaik bagi masa depan anak,” harap Nurul Iffah yang juga guru di salah satu PAUD di Kecamatan Sinjai Timur.

“Saya sepakat jika para Cakades mengakomodir program kerja jika terpilih nanti sebagai kades (kepala desa), yang mana programnya bertujuan mencegah perkawinan anak usia dini. Betapa tidak, jika mengacu data di Pengadilan Agama Kabupaten Sinjai, angka perkawinan usia dini melalui pemberian Dispensasi Kawin pada 2021 sebanyak 282 laporan peristiwa. Jauh meningkat jika dibandingkan angka tahun sebelumnya, yakni 204 laporan,” tambah Dosen IAIM Sinjai, Badiana.

Badiana khawatir, jika sosialisasi dan edukasi tentang dampak perkawinan usia anak tidak dimulai dari desa, maka pemberian Dispensasi Kawin akan terus meningkat. Umumnya, perkawinan usia anak melalui pemberian Dispensasi Kawin dilatari beberapa faktor diantaranya dampak pergaulan bebas, dan keinginan sebagian orang tua yang ingin anaknya segera menikah, meski usianya masih di bawah umur.

Badiana menambahkan, Dispensasi Nikah atau kawin bisa dikatakan sebagai pintu masuknya nikah dini. “Olehnya itu harus ada spirit pencegahan pernikahan dini. Aparat desa dan para orang tua juga mesti diedukasi bahwa dampak perkawinan anak, dari aspek pendidikan misalnya, akan membuat anak putus sekolah. Sementara dari aspek kesehatan, berimbas pada kondisi kesehatan seperti potensi terjadinya keguguran, perdarahan, kelahiran prematur, hingga kematian ibu,” jelas Ketua Nasyiatul Aisyiah Kabupaten Sinjai ini.

“Paling tidak, keseragaman prinsip dalam mendukung pencegahan perkawinan anak untuk membangun nilai, norma dan cara pandang yang mencegah perkawinan anak, akan menjadi faktor alami yang mumpuni dalam menurunkan angka perkawinan usia anak. Khususnya di Kabupaten Sinjai. Aspek pengawasan anak juga hal yang sangat penting,” tutupnya.

Dilema Dispensasi Kawin

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan, dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria berusia minimal 19 tahun, dan pihak wanita minimal 19 tahun. Hanya saja pada beberapa kasus, Pengadilan Agama di beberapa daerah memberikan Dispensasi Kawin atau Nikah kepada pasangan yang usianya di bawah 19 tahun.

Hakim Pengadilan Agama (PA) yang juga Humas PA Kabupaten Sinjai, Mansur menjelaskan, Pengadilan Agama memberikan Dispensasi Kawin atau Nikah kepada pasangan yang usianya di bawah 19 tahun berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

Pada peraturan tersebut dijelaskan, tujuan ditetapkannya pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin adalah menerapkan asas kepentingan terbaik bagi anak, asas hak hidup dan tumbuh kembang anak, asas penghargaan atas pendapat anak, asas penghargaan harkat dan martabat manusia, asas non diskriminasi, keseteraan gender, asas persamaan di depan hukum, asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukum.

Selain itu, menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak, meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi pengajuan permohonan dispensasi kawin.

Terlepas dari adanya regulasi tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, lembaga peradilan yang berwenang dalam perkara dispensasi kawin (bagi pemeluk agama Islam) dalam mengadili perkara dispensasi ini kerap dihadapkan pada pertimbangan dua kemudharatan yang ada, yakni mudharat akibat menikah di usia dini dan mudharat jika dispensasinya ditolak.

Dari dua pertimbangan itu, hakim lebih sering mengabulkan permohonan dispensasi nikah dengan menimbang bahwa kemudharatan yang timbul akibat ditolaknya permohonan dispensasi lebih besar dibanding dengan kemudharatan yang terjadi akibat dari pernikahan dibawah usia itu sendiri.

Untuk menekan tingginya angka perkawinan usia anak di Kabupaten Sinjai, mau tak mau dinas terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB) Kabupaten Sinjai harus berkolaborasi dengan pemerintah desa melalui program-program yang pro terhadap anak. Misalnya mendorong terbentuknya organisasi Forum Anak di Desa, serta program Desa Layak Anak.

“Salah satu yang menjadi penyebab tingginya perceraian di Kabupaten Sinjai adalah tingginya pernikahan di usia muda. Olehnya itu Dinas P3AP2KB Sinjai terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait delapan fungsi keluarga dan kesiapan dalam berumahtangga,” beber Kadis P3AP2KB Sinjai, Andi Tenri Rawe saat menjawab sorotan anggota DPRD Sinjai, Takdir, terkait tingginya angka perceraian dan pernikahan usia dini. Sorotan disampaikan saat rapat kerja Komisi I DPRD, Senin, 17 Januari 2022.

Jika mampu menurunkan angka perkawinan anak, maka Dinas P3AP2KB Kabupaten Sinjai sudah berhasil menjalankan arahan Presiden RI, Joko Widodo yang juga pernah disampaikan kepada jajaran Kementerian PPPA. Ada 5 arahan yang disampaikan, salah satunya Pencegahan Perkawinan Anak. (ZAR)