Sinjai.Info, Sinjai Utara,-– Raja-raja di Sinjai memediasi jalan perdamaian antara Gowa dan Bone karena perebutan wilayah. Pertemuan pun berhasil dilaksanakan pada tahun 1564 atas peran Raja-raja di Sinjai. Proses mediasi ini dikenal dengan nama Perjanjian Topekkong atau Lamung Patue Ri Topekkong. Perjanjian Topekkong ditandai dengan penanaman batu dan pemecahan telur sebagai simbol menguburkan segala kebencian.
Perjanjian Topekkong diprakarsai oleh Raja Tondong ke-8, I Yottong Daeng Marumpa, Arung Lamatti ke-8 La Padenring Tadampalie, dan Arung Bulu-bulo ke-6 La Mappasoko Lao Manoe Tanru’na. Dari Kerajaan Bone dihadiri oleh Raja Bone La Tenri Rawe Bongkangnge yang didampingi penasihat kerajaan Kajao Laliddong, sementara dari Kerajaan Gowa dihadiri Raja Gowa, I Mangngerangi Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa.
Inilah beberapa poin penting yang disampaikan anggota tim Penyusun Pokok-pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten Sinjai, Zainal Abidin, saat menjelaskan sejarah Perjanjian Topekkong kepada Asisten 2 Pemprov Sulsel dr. Ichsan Mustari dan pejabat lainnya, yang hadir pada Napak Tilas di Situs Perjanjian Topekkong, Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara, Selasa (27/2/2024) siang.
Hadir pula mendampingi Pj. Bupati Sinjai T.R. Fahsul Falah dan semua unsur Forkopimda serta panitia Hari Jadi ke-460 Sinjai. Napak Tilas adalah salah satu agenda utama perayaan HJS tahun 2024.
Asisten 2 Pemprov Sulsel mengaku takjub dengan keberadaan situs yang menurutnya tidak ada duanya di Indonesia.
“Situs di Indonesia itu banyak. Tapi situs perjanjian Topekkong ini beda dan tidak ada duanya karena menjadi tempat memediasi dua kerajaan yang bertikai. Luar biasa pak Pj. Bupati dan seluruh jajaran yang melakukan rehabilitasi tempat bersejarah ini,” puji Asisten 2 Pemprov Sulsel, disela-sela acara Napak Tilas.
Sementara itu Pj. Bupati Sinjai dalam sambutannya berterima kasih kepada Kepala Lingkungan Taipa, Ilyas bersama warga setempat yang mau menerima dirinya saat berkunjung pertama kali di Situs Perjanjian Topekkong.
Pak TR, sapaannya, tergerak untuk ke Topekkong karena merasa ada yang menggerakkan dirinya untuk memperbaiki dan melestarikan situs di mana tahun pelaksanaannya yakni 1564, menjadi titik awal penetapan Hari Jadi Sinjai.
“Saya hanya setahun menjadi penjabat. Saya berharap setelah tugas berakhir di Sinjai ada yang merawat dan melestarikan tempat bersejarah ini,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
“Saya juga akan menyimpan alat bermain yang ramah anak di kawasan ini. Saya berharap area sekitar situs ini menjadi kawasan edukasi yang ramah anak. Peralatannya sudah ada,” janji Pj. Bupati Sinjai.
Adapun isi Perjanjian Topekkong adalah (1) Maddumme To Sipalalo, Mabbele’ To Sipasoro, Seddi Pabbanua pada Riappunnai, Lempa Asefa Mappannessa;
(2) Musunna Gowa Musunna To Bone na Tellulimpoe, Makkutopi Assibalirenna;
(3) Sisappareng Deceng Teng Sisappareng Ja. Sirui Menre Teng Sirui No, Malilu Sipakainge Mali Siparappe.
Artinya adalah:
(1) Saling mengizinkan dalam mencari tempat bernaung. Saling memberi kesempatan dalam mencari ikan. Satu rakyat milik kita semua. Kemanalah Padinya dibawa itulah yang menentukan;
(2) Musuh Kerajaan Gowa juga musuh Kerajaan Bone dan Tellulimpoe, demikian pula sebaliknya;
(3) Saling memberikan kebaikan bukan kejahatan.Saling bantu membantu tidak saling mencelakakan. Yang lupa diri diingatkan, yang hanyut diselamatkan.
(Rezky Amalia)