Sejarah Masuknya Islam di Sinjai dan Perkembangannya

Oleh: Muhannis (Budayawan)

(Bagian Ketiga)

Dengan dipeluknya Islam oleh seluruh raja-raja di Sinjai, maka dengan mudah masyarakat Sinjai secara keseluruhan memeluk Islam pula. Adapun faktor yang memudahkan selain dari kemampuan menjawab persoalan ketuhanan oleh Islam adalah karena sebelum raja-raja itu memeluk Islam, telah hadir di Sinjai beberapa ulama yang mengajarkan Islam secara pribadi dari rumah ke rumah atau melakukan pendekatan kekeluargaan, seperti Laloasa Daeng Paranai, Raja Daeng Mattojeng, Ismaila Daeng Pahonging, yang mengajarkan Islam pada masyarakat di Tondong dan Bulo-Bulo. Sedangkan di daerah Lamatti muncul penganjur Islam yang bernama Laming atau Wali Pute. Dari merekalah hingga Islam menjadi agama resmi kerajaan.
Untuk meningkatkan syiar Islam dikalangan masyarakat maka mulailah didirikan mesjid walau dalam bentuk yang sangat sederhana. Mesjid pertama di Sinjai adalah mesjid yang berada di Bulo Lohe Aruhu yang didirikan oleh Towa Suro, Arung Lamatti XI pada tahun 1613. Pada tahun yang sama didirikan pula mesjid di Mangarabombang dan menyusul di Manimpahoi pada tahun 1617. Sayang sekali karena mesjid di Mangarabombang dan Manimpahoi tidak menunjukkan lagi keasliannya, karena pada saat diadakan pemugaran telah diubah menjadi bentuk lain seperti yang nampak hingga saat ini. Sedangkan mesjid tua di Aruhu tetap menampakkan keasliannya walau pernah dipugar oleh Arung Lamatti, Makkuraga Daeng Pagau, Arung Lamatti ke 36. Tetapi saat dipugar, dia tetap memertahankan bentuk aslinya yaitu bentuk limas dan joglo. Mempertahankan bentuk aslinya seperti sekarang ini juga tak lepas dari jasa orang tuanya yakni Baso Cilellang Daeng Siyabeng yang merupakan putra dari I Kamile Daeng Towa paleke kadhi Bulo-bulo. Sehingga dengan tangan dinginnyalah maka bentuk asli mesjid pertama di Sinjai itu tetap hadir dan dapat disaksikan oleh generasi saat ini.

Mesjid ini pernah juga digunakan sebagai basis perjuangan menentang keberadaan Belanda di Sinjai yang dimotori oleh Syekh Husain walaupun akhirnya tertangkap dan menghentikan aktivitas perjuangannya. Mesjid tua ini telah berganti-ganti nama sesuai dengan jamannya. Pertama-tama disebut mesjid bulu lohe aruhu kemudian diganti lagi menjadi mesjid Arung Matinroe Rilalena dan terakhir adalah mesjid Al Mujahidin dan digunakan sampai kini.
Dengan dibangunnya beberapa mesjid yang merupakan wadah bertemunya antara raja dan ulama, maka syiar islam di Sinjai semakin cerah dan melahirkan bibit-bibit ulama yang akan mengantarkan Sinjai sebagai suatu wilayah yang agamis. Akhirnya lahirlah beberapa ulama yang berilmu tinggi dan memiliki dedikasi yang sepenuhnya demi pembinaan ummat.

Sampai pertengahan abad XIX lahirlah beberapa ulama yang terkenal antara lain Haji Abd. Rahman ( Imam Timurung ), Haji Abd. Razak, Haji Muh. Kasim, Haji Muh. Ali yang merupakan ulama-ulama yang langsung berguru ke Mekkah dan kembali ke Sinjai mengajarkan ilmunya kepada generasi-generasi baru Sinjai. Pendekatan yang mereka gunakan dalam menyebarkan ilmunya adalah dengan jalan kekeluargaan, ceramah-ceramah dalam pengajian atau dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, dengan seni barsanji, sikkiri, yang memungkinkan masyarakat tertarik untuk tetap aktif menimba ilmunya.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para ulama itu juga mendapat respon antusias dari para raja dan orang-orang kaya yang peduli dengan kemajuan syiar Islam. Hal ini dapat terlihat dengan dibangunnya masjid Sinjai oleh, I Yasafe Daeng Mangawing, cucu dari daeng Mappuji yang merupakan turunan dari arung Timurung Bone dan Datu Pammana Wajo yang merupakan mesjid dengan kontruksi batu pertama dalam wilayah kerajaan Bulo-Bulo. Pembangunan mesjid ini juga atas dukungan Arung Bulo-Bulo yaitu Baso Daeng Mallongi Arung Bulo-Bulo ke-36.
Di Lamatti didirikan pula Mesjid Nur yang juga digunakan sebagai wadah berkumpul para ulama dan raja serta para bangsawan Lamatti. Mesjid yang pembangunannya di prakarsai oleh Syekh Hasan dibantu oleh Haji Mallo, Haji Kacoa, Haji Wahid, Haji Salasa dan Baraki. Namun yang paling berperan dalam pembangunannya adalah peran langsung dari Arung Lamatti, Pakki daeng Masiga. (Bersambung)