hari jadi
Opini

Urgensi Kepemimpinan dalam Tubuh Persyarikatan Muhammadiyah


  Minggu, 21 November 2021 12:04 pm

Rifaldi Awan

Penulis: Rifaldi Awan (Mahasiswa UMM Malang)

Banyaknya masyarakat muslim di Indonesia, tentu saja menjadi salah satu alasan berdirinya organisasi Islam di negara ini, seperti Muhammadiyah dan organisasi islam lainnya. Salah satu organisasi berbasis agama Islam yang terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah, didirikan pada 18 November 1912. Muhammadiyah ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan Organisasi Muhammadiyah ini dibentuk untuk membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu masyarakat yang memahami prinsip Islam sebenarnya serta mempunyai jiwa kepemimpinan yang bersifat Prophetic Leadership.

Dalam kepemimpinan Muhammadiyah terdapat aspek yang menjadi Urgensi atau hal yang sangat penting dalam tubuh Persyarikatan Muhammadiyah. Kebutuhan tersebut berupa hal – hal yang mencakup pentingnya kepemimpinan dalam Muhammadiyah, yaitu menegakkan agama dan mengurus urusan dunia.

Kajian sosiologis mengenai kepemimpinan, biasanya pemimpin tergolong dalam kelompok elit. Meskipun merupakan kelompok elit, peran pemimpin dalam sebuah komunitas, masyarakat, atau bangsa, dapat dikatakan penting, kalau tidak boleh dikatakan menentukan. Kajian sosiologis kerap membedakan dua kategori golongan elit pemimpin, yakni: pertama, para tokoh yang termasuk “kelas yang berkuasa” (the ruling class), dan kedua, para tokoh yang tergolong “para elit strategis” (the strategic elites). Golongan pertama adalah para tokoh politik yang memegang jabatan-jabatan penting dari pemerintah yang tengah berkuasa. Sementara itu, golongan kedua merupakan tokoh atau pemimpin non pemerintah yang berpengaruh, baik di bidang ekonomi (pengusaha), agama (pemimpin organisasi keagamaan formal ataupun informal), sosial (pemimpin organisasi sosial), maupun tokoh informal lainnya.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengemukakan tentang dua kategori pemimpin umat Islam di Indonesia. Pertama, model yang menitikberatkan pada kepemimpinan umat dan mengutamakan penguasaan ilmu-ilmu keagamaan. Kedua, model kepemimpinan yang mengutamakan kemampuan berorganisasi.

Gerak langkah Muhammadiyah dalam konteks sebagai gerakan kultural yang juga membawa pengaruh terhadap relasinya dengan bidang politik kenegaraan tercermin pada empat karakter Muhammadiyah, yang dapat dipandang sekaligus menjadi strategi perjuangan Muhammadiyah. Pertama, dimensi ijtihad dan tajdid dengan landasan pokok Al Quran dan As Sunnah, sehingga Muhammadiyah berwatak non-mazhab. Kedua, aktualisasi cita-cita perjuangan melalui sistem organisasi, sehingga Muhammadiyah mengangkat kepentingan dan keselamatan pribadi ke wilayah kepentingan dan keselamatan sosial.

Ketiga, corak “anti kemapanan” terhadap lembaga keagamaan yang terlalu bersifat kaku, sehingga Muhammadiyah lebih memusatkan pemikiran keagamaannya pada wilayah praksis-sosial. Keempat, adaptif terhadap tuntutan perubahan zaman, sehingga membuat Muhammadiyah lincah dalam memperjuangkan aspirasi dan mempertahankan prinsip dasar perjuangannya dalam berbagai era perubahan sosial di Indonesia. (Asep Daud Kosasih : 2010)

Ada 3 (Tiga) unsur dalam menjalankan Kepemimpinan Muhammadiyah menurut Haedar Nashir, Unsur – unsur tersebut berupa :

  1. Manajemen merupakan kemampuan memobilisasi potensi sekecil apapun sesuai dengan karakter, prinsip, dan ideologi Persyarikatan.
  2. Sifat dinamis agar kepemimpinan selalu mampu mengagendakan perubahan.
  3. Sifat berupa visioner wajib dimiliki dalam persyarikatan Muhammadiyah agar tidak gagap dalam menghadapi setiap dinamika zaman.

Muhammadiyah juga mempunyai dua tantangan yang harus dihadapi, dari segi Internal dan segi eksternal. Dalam Segi Internal, Muhammadiyah harus memampukan dan meningkatan kualitas seluruh lembaga organisasinya terutama pendidikan, kesehatan dan sosial menjadi lembaga – lembaga terbaik di Indonesia. Terutama untuk pendidikan, para alumni Muhammadiyah di semua lini harus memiliki akhlak yang mulia.

Sedangkan secara eksternal, tantangan terberat yang dihadapi  adalah hegemoni pemikiran – pemikiran barat, liberalisme, sekulerisme, hedonisme, materialisme, individualisme, ateisme, termasuk kolonialisme dan imperialisme ekonomi. (*)

 

  • Penulis adalah Mahasiswa Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
  • Email: rifaldi.awan98@gmail.com
caleg

Berita Pilihan

Makassar Satu Kabar Muna Satu Kabar Satu Kabar
To Top