Meninjau Kesehatan dan Pemulihan Psikis Pengungsi Lombok di Kabupaten Sinjai

drg. Irfan Aryanto

Oleh: drg. Irfan Aryanto*

  • Penulis adalah dokter gigi di UPTD Puskesmas Lappae
  • Pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia Cabang Sinjai

Peristiwa gempa bumi yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 29 Juli 2018 ternyata merupakan awal dari rangkaian gempa. Pada tanggal 5 Agustus 2018, dan 14 hari kemudian terjadi gempa dengan kekuatan bervariasi. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 147 gempa bumi susulan pasca gempa Lombok berkekuatan 7,0 SR.

Menurut UNESCO, Indonesia berada di posisi ke-7 sebagai Negara paling rawan akan risiko bencana alam. Indonesia yang terletak pada jalur 4 lempeng tektonik utama gempa sangat rentan dengan kejadian bencana alam.

Dengan frekuensi gempa yang tak henti-hentinya, kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Dalam siaran pers Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Sutopo Purwo Nugroho, disebutkan kerusakan rumah sebanyak 83.392 unit, 560 orang meninggal dunia, 1.469 orang luka-luka dan 396.032 mengungsi.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 pengertian pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai dampak buruk bencana.

Sebagian pengungsi korban gempa Lombok berada di Kabupaten Sinjai. Para pengungsi ini datang lewat jalur laut dengan menggunakan kapal nelayan. Jumlah para pengungsi hingga kini mencapai 141 orang yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sinjai.

Dalam Buku Pedoman teknis penanggulangan Krisis Kesehatan akibat bencana tahun 2007, pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan dalam mengantisipasi masalah kesehatan yang berpotensi mengenai pengungsi.

Dalam lawatan Dinas kesehatan Kabupaten Sinjai tanggal 3 Agustus 2018 di Pulau Burungloe, Kecamatan Pulau Sembilan, selain bantuan logistik dan bantuan obat-obatan,  dilakukan pula pemeriksaan kesehatan kepada para pengungsi dan pemantauan kesehatan lingkungan tempat pengungsi menginap.

SDM Kesehatan yang diturunkan melakukan identifikasi pengungsi berdasarkan bayi, balita, ibu hamil, difabel dan orang tua lanjut usia. Penggolongan ini dilakukan untuk menempatkan prioritas layanan kesehatan. Kesulitan selama perjalanan dan keterbatasan fasilitas di perairan membuat  pengungsi kelelahan dan mudah terserang penyakit. Asupan makanan  selama perjalanan, ikut menjadi faktor potensi pengungsi terkena penyakit.

Untuk menyesuaikan kebutuhan kesehatan pengungsi dan bantuan yang datang, dilakukan pengecekan  semua donasi makanan tidak kadaluarsa sehingga aman dikonsumsi. Tidak berarti bantuan terhadap pengungsi dibatasi, tetapi perlu kepastian semua bantuan  agar tidak menimbulkan masalah kesehatan. Selain faktor keamanan makanan, faktor gizi makanan diperhatikan agar terpenuhi unsur energi, vitamin, mineral dan protein. Makanan untuk para lanjut usia, diupayakan mudah dicerna dan  mengandung vitamin serta mineral yang cukup.

Selain mobilisasi SDM Kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjut (rumah sakit) terus berkoordinasi  untuk memudahkan pengungsi mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan kesehatan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mempercepat pemulihan para pengungsi.

Dalam Siklus Manajemen Bencana  (Disaster Management Cycle),  unsur rehabilitasi para pengungsi termasuk yang tak boleh diabaikan. Kegiatan ini bertujuan mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan kepada pengungsi terutama masalah psikologis. Pada umumnya masyarakat yang terkena bencana memiliki perasaan sedih, panik, cemas, tidak bisa tidur, khawatir, gelisah dan kadang teringat peristiwa yang mereka rasakan. Untuk menyelesaikan masalah psikologis, dukungan masyarakat setempat sangat diperlukan.

Komunikasi yang baik dan keramahan penduduk, membuat para pengungsi lebih rileks dan nyaman sehingga  perlahan-lahan melupakan kejadian yang mereka rasakan. Perhatian pemerintah setempat dalam hal ini pihak kecamatan, kelurahan dan desa akan mengurangi beban psikologis para pengungsi sehingga motivasi dan dorongan untuk bangkit kembali menjadi lebih besar.

Selain itu, kualitas kesehatan lingkungan termasuk penyediaan air bersih, penyediaan jamban dan pembuangan sampah perlu di perhatikan. Bilamana semua telah tersedia, perlu dilakukan pengawasan untuk mencegah timbulnya resiko penyakit akibat lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan sehat. Ketersediaan air bersih untuk pengungsi sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan mencegah terjadinya penyebaran penyakit, seperti diare, typhus dan penyakit lainnya.

Pendidikan untuk para pengungsi anak-anak tidak boleh terlupakan. Di tengah psikologis yang penuh ketakutan, anak-anak ini terus dimotivasi untuk melanjutkan pendidikan sesuai tingkat masing-masing. Akses mendapatkan pendidikan secara mudah akan menjadi angin segar bagi anak-anak ini mengimpikan kembali cita-cita yang mungkin  terhenti sejenak akibat gempa.

Ada baiknya selain anak-anak pengungsi melanjutkan pendidikan di Kabupaten Sinjai, penting bagi anak-anak ini mendapatkan pelayanan trauma healing atau pemulihan trauma.

Tujuan trauma healing adalah meminimalisir munculnya post traumatic syndrome disorder atau disingkat PTSD yaitu kecemasan pasca kejadian yang menimbulkan trauma.

Trauma healing bisa berbentuk bermain sendiri atau bermain kelompok. Dengan bermain, dapat mengalihkan perhatian anak dari kondisi menakutkan pasca gempa.  Disisi lain, pembicaraan mengenai gempa harus dikurangi di sekitar anak anak agar mereka tidak bersedih dan merasa tidak nyaman. Trauma healing bisa pula berbentuk cerita-cerita yang humor/lucu agar anak-anak merasa menikmati suasana baru.

Meskipun pemulihan trauma ini membutuhkan waktu, tetapi  sedikit demi sedikit mampu mengurangi tekanan jiwa kepada anak-anak pengungsi pasca gempa. Sebagai penutup, menjadi tuan rumah yang ramah adalah bentuk kesetiakawanan dan perwujudan nilai kemanusiaan. Di situ kita belajar mengulurkan tangan tanpa pamrih dan membantu semampu sekuat tenaga. (*)

(isi/tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis)