Sinjai.Info, Sinjai Utara,– Generasi muda harus mengetahui dan memahami sejarah budaya di daerahnya agar sejarah masa silam tidak terlupakan begitu saja.
Merawat situs purbakala dan menjadikannya sebagai tempat untuk belajar sejarah, adalah salah satu cara melestarikan kebudayaan daerah.
Tentang pentingnya edukasi akan sejarah daerah ini disampaikan Pj. Bupati Sinjai, T.R. Fahsul Falah, saat melihat dari dekat situs Perjanjian Topekkong di daerah Kalaka, Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara, Sabtu (27/1/2024) sore.
Menurutnya ada banyak hal yang harus dibenahi setelah melihat situs Perjanjian Topekkong. Selain kebersihan lokasi, juga perlu ada rehabilitasi tempat di mana prasasti perjanjian Topekkong terpasang agar kesannya tidak seperti makam atau pekuburan.
Pun demikian pada bangunan yang menjadi tempat Raja Lamatti, Raja Tondong, dan Raja Bulo-bulo berdiskusi untuk membahas perdamaian antara Kerajaan Gowa dan Bone. “Perlu diperbaiki namun tetap mempertahankan keasliannya. Mungkin pada sisi luarnya dipasangi keramik,” kata Pj. Bupati Sinjai.
“Selain itu ada papan bicara yang menjelaskan sejarah perjanjian topekkong. Jadi ketika ada orang berkunjung langsung bisa membaca siapa saja nama-nama raja yang terlibat perjanjian topekkong, dan apa makna simbol batu besar yang ditanam saat perjanjian topekkong,” tambahnya.
Sebelum beranjak dari lokasi, Pj. Bupati bersama Kasatpol PP dan beberapa personel Satpol PP, Lurah Biringere dan Kepala Lingkungan Taipa membersihkan semak-semak yang ada di sekitar situs tersebut. Kemudian berdialog dengan petani setempat di lahan kosong di samping situs Perjanjian Topekkong.
Perjanjian Topekkong adalah peristiwa yang terjadi pada 1564, di mana tiga kerajaan di Sinjai memfasilitasi perdamaian antara Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa yang terlibat peperangan. Proses perdamaian ditandai dengan Lamung Patue atau penanaman batu besar sebagai simbol menguburkan sikap keras. (ZAR)