Sinjai.Info, Sinjai Utara,– Peluncuran dan bedah buku ‘Hanua Sinjai‘ karya Muhannis, mendapat pujian dari Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Nurhayati Rahman, M.Hum.
Saat tampil virtual sebagai narasumber bedah buku Hanua Sinjai, Guru Besar Filologi Unhas ini menyebut Muhannis sebagai pejuang lewat pena karena berjuang selama 30 tahun mengumpulkan data tentang Sinjai.
“Saya salut perjuangan pak Muhannis mencari dan mengumpulkan data. Buku Hanua Sinjai ini sarat dengan data, baik dari sumber luar negeri maupun data lokal yang berhasil dihimpun. Inilah kelebihan yang ada di buku Hanua Sinjai. Jadi, pak Muhannis ini layak disebut Pejuang Lewat Pena,” sebut Prof Dr Nurhayati Rahman, M.Hum, Senin, 25 April 2022, sore.
Nurhayati yang banyak terlibat dalam penerjemahan naskah karya sastra terpanjang di dunia ‘La Galigo‘, juga mengajak anak-anak muda Sinjai menyintai lontarak dan karya sastra daerah lainnya. Termasuk kosa kata yang identik dengan Sinjai.
“Jangan malu jadi orang Sinjai. Kalian harus bangga dengan sejarah Sinjai, karena sejarah ini tercatat hingga di luar negeri,” pesannya.
Buku Hanua Sinjai juga mendapat apresiasi dari akademisi dan peneliti sejarah Islam Sinjai, Dr. Muh. Anis. Ia mengaku sebagai murid dari Muhannis, dan banyak menimba ilmu darinya.
“Saya salah satu murid beliau di SMA 1 Sinjai, dan beberapa kali diajak mencari data tentang sejarah Sinjai. Jadi saya tau sekali perjuangan beliau. Beliau justru lebih Sinjai dibandingkan saya,” ucap Dr. Muh. Anis, saat bedah buku ini di pelataran kantor media Sinjai Info.
Buku Hanua Sinjai diterbitkan oleh penerbit Ininnawa. Tebalnya 670 halaman. Beberapa bab penting dalam buku ini diantarnya perjalanan sejarah lokal Sinjai abad XVI-XXI yang memuat beberapa kisah seperti Sinjai dalam lingkaran Perang dan Traktat, dan pengaruh kehadiran Agama Islam bagi kondisi perpolitikan di Sinjai.
Juga ada kisah tentang wanita Sulsel pertama yang menunaikan ibadah haji, kisah pulau-pulau sembilan, hingga Akkarungeng Tondong dan kaitannya dengan Regen Sinjai.
Kemudian ada bab yang mengulas tentang Rumpakna atau Perang Mangarabombang, ritual dan aneka tradisi budaya di Karampuang, hingga keanekaragaman seni budaya di Kabupaten Sinjai.
“Segala-gala kebesaran Sinjai pada masa lalu mestinya terpatri di hati anak-anak muda Sinjai. Segala-gala kesejarahan Sinjai pada masa lalu mestinya lekat dalam benak anak-anak Sinjai. Bukan untuk gagah-gagahan, melainkan supaya anak-anak muda Sinjai dapat merasa ‘duduk sama rendah’, ‘berdiri sama tinggi’ dengan anak-anak muda dari daerah lain,” ucap Muhannis. (ZAR)