hari jadi
Ragam

Melihat Tahura Abdul Latief Usai Cuaca Ekstrem


  Minggu, 9 Mei 2021 2:33 pm

Warga di Dusun Mattirotasi, Kecamatan Sinjai Borong membersihkan material longsoran yang menutupi badan jalan, baru-baru ini. Material longsoran berasal dari area Tahura Abdul Latief. (foto: fb thato)

Tim Peliput: Awaluddin & Agusman

Cuaca ekstrem terjadi di hampir semua wilayah di Sulawesi Selatan, pada 3-5 Mei 2021. Termasuk di Kabupaten Sinjai. Hujan deras disertai angin kencang dan petir, terjadi merata di semua kecamatan. Imbasnya, tiga rumah warga di Kecamatan Pulau Sembilan rusak parah diterjang angin.

Kemudian di Kecamatan Sinjai Utara, pohon tumbang dan genangan air di mana-mana, sangat meresahkan warga di pusat kota Sinjai ini. Bahkan seorang warga bernama Sulfikar Bahar harus dirawat intensif di RSUD Sinjai, karena tertimpa pohon tumbang di Jalan Persatuan Raya.

Kemudian di daerah pesisir dan dataran tinggi Sinjai, bencana longsor terjadi dan membahayakan pemukiman warga dan akses publik lainnya. Seperti longsor di Desa Bua Kecamatan Tellulimpoe, di Desa Kompang Kecamatan Sinjai Tengah, serta di Desa Baru Kecamatan Sinjai Tengah, dan Area Taman Hutan Raya (tahura) Abdul Latief di Kecamatan Sinjai Borong.

Kendati masih dalam skala kecil, namun titik longsor yang timbul dan material seperti batu dan lumpur yang terbawa arus air, akan membahayakan kawasan pemukiman warga dan infrastruktur lainnya jika tak segera diantisipasi. Seperti saat penulis melihat kondisi area Tahura Abdul Latief, pada Sabtu (8/5/2021) pagi.

Sebelumnya pada pada Kamis, 6 Mei 2021 sekira pukul 01.00 dinihari, hujan disertai angin kencang terjadi di kawasan Tahura, tepatnya di Dusun Mattirotasi, Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong. Hujan dengan durasi yang lama menyebabkan material berupa batu dan lumpur meluncur deras dari arah Tahura. Jaraknya sekira 15 meter dari jalan aspal. Masih area Tahura. Akibatnya, material longsoran tersebut menutupi badan jalan.

Selain tanah dan kerikil, terdapat beberapa batu besar berhasil disingkirkan warga saat longsor terjadi di Dusun Mattirotasi. Material longsoran ini sempat menyumbat saluran air dan memenuhi badan jalan. Tampak pula 2 rumah warga yang ada di dekat lokasi. (foto: agusman/sinjaiinfo)

Kepala Desa Batu Belerang, Ahmad P, kepada penulis saat ditemui di kediamannya menyampaikan, peristiwa tersebut merupakan kejadian kecil yang sudah biasa terjadi jika intensitas hujan sangat tinggi dan tidak mesti di besar-besarkan. “Tak usahlah dibesar-besarkan,” pintanya.

Lokasi yang dilewati material tersebut ungkap Kepala Desa Batu Belerang, merupakan saluran pembuangan air yang sumbernya dari atas dan memang menjadi tempat berkumpulnya air. “Tempat itu namanya Balorang atau tempat berkumpulnya air. Jika terjadi hujan seharian maka air akan berkumpul di tempat tersebut, dan mengalir ke bawah memotong jalan sehingga material bebatuan yang terbawa dari atas membuat Dekker atau gorong-gorong tersumbat hingga menyebabkan air naik (ke jalan),” jelasnya.

Ahmad membantah jika peristiwa yang terjadi di Dusun Mattirotasi adalah bencana tanah longsor. Ia berdalih hanya karena saluran air yang tidak berfungsi. “Jadi material yang menutupi jalan itu bukan akibat dari longsoran, hanya saja saluran air tidak berfungsi membuat tanah dan bebatuan naik aikbat derasnya air dari atas. Peristiwa tersebut juga bisa diselesaikan oleh warga setempat dengan cepat, jadi kami tidak meminta bantuan dari Pemerintah Kabupaten,” bebernya.

Pernyataan Kepala Desa ini tentu berbeda jika tanah longsor didefinisikan secara ilmiah. Di mana tanah longsor secara ilmiah berarti perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Saat penulis ke lokasi yang dimaksud Kepala Desa Batu Belerang, bukan hanya batuan kecil atau kerikil dan lumpur yang berhasil disingkirkan dari badan jalan oleh warga. Faktanya, ada batu besar yang ukurannya sama seperti yang digunakan untuk bahan pondasi rumah atau bangunan. Gorong-gorong atau Buis Beton yang berfungsi sebagai saluran air dengan diameter hanya sekira 60 cm, tentu akan tersumbat jika material longsorannya berukuran besar.

Masih di lokasi yang sama, di dekat tumpukan material yang telah dibersihkan, terdapat dua rumah warga, yakni rumah milik Hame yang tinggal bersama istri, dan rumah Dahlan yang tinggal bersama saudaranya. Beruntung kedua rumah ini tidak terkena material longsoran saat peristiwa terjadi.

Kendati berpotensi merusak infrastruktur jalan, saluran air, dan pemukiman sekitar, warga setempat merasa peristiwa yang terjadi awal Mei ini bukanlah hal yang luar biasa. Bahkan salah satu warga bernama Battong, mengaku luberan material longsoran juga terjadi beberapa tahun lalu, di lokasi yang sama. “Jadi ini bukan kali pertamanya terjadi peristiwa seperti ini. Sebab beberapa tahun lalu pernah juga terjadi longsor di tempat tersebut,” ungkapnya.

Di Jalan rintisan menuju lokasi perkemahan Tahura, penulis menemukan beberapa material berupa batu dan tanah yang menutupi sisi kanan bahu jalan rintisan tersebut. Masih jelas terlihat bekas-bekas luncuran material dari atas. (foto: agusman/sinjaiinfo)

Kemudian di area Tahura lainnya, yakni di jalan rintisan menuju lokasi perkemahan Tahura, penulis menemukan beberapa material berupa batu dan tanah yang menutupi sisi kanan bahu jalan rintisan tersebut. Masih tampak jelas terlihat ada bekas-bekas luncuran material dari atas.

Salah seorang petugas di Tahura, Vitawati mengaku hal tersebut hanya peristiwa yang terjadi saat hujan deras mengguyur wilayah Sinjai Borong. “Itu hanya longsoran kecil yang terjadi pada Kamis, empat Mei lalu saat Sinjai seharian diguyur hujan,” terangnya.

Meski area sekitar Tahura hanya terjadi longsor dengan skala kecil, pengelola Tahura atau pemerintah setempat mestinya tetap memasang papan atau spanduk imbauan yang isinya mengajak warga atau pengunjung tetap berhati-hati dan waspada.

Hutan dan Fungsinya

Bagi Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Rezkiana, hutan dan pepohonan merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan dan mahluk hidup karena menyediakan keanekargaman hayati sebagai sumber kehidupan mahluk. Namun ungkapnya, seiring dengan perkembangan peradaban dan aktivitas manusia, luas hutan di Indonesia semakin berkurang karena terkonversi menjadi lahan-lahan perkebunan, pertanian, industri, maupun aktivitas domestik yang menimbulkan kerusakan.

“Dampak dari kerusakan hutan saat ini sudah kita rasakan salah satunya adalah banjir dan longsor. Seringkali kita mengecam ketika banjir terjadi disebabkan karena intensitas hujan yang tinggi seolah-olah menyalahkan alam, namun kita tidak menyadari bahwa banjir terjadi bukan hanya karena intensitas hujan yang tinggi namun daerah resapan hujan (hutan) yang semakin berkurang akibatnya daya tampung hujan semakin kecil dan menjadi luapan deras (banjir) mengalir ke hilir bersamaan dengan erosi (tanah longsor),” paparnya melalui pesan WA ke redaksi Sinjai Info, Minggu (9/5/2021) siang.

Lanjut kata alumnus SMAN 1 Sinjai dan salah satu perguruan tinggi di Jepang ini, begitu banyak manfaat dan fungsi hutan bagi kelangsungan hidup manusia, olehnya hutan merupakan sumber daya alam yang perlu dijaga dan lestarikan.

“Jangan biarkan ego-sektoral dan kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan beberapa pihak membiarkan hutan kita beralih fungsi. Ketika hutan sudah beralih fungsi dan rusak, semakin banyak kerugian yang kita dapatkan, baik kerugian secara finansial maupun kerugian korban jiwa,” terang putri kelahiran Mangarabombang, Kecamatan Sinjai Timur ini.

Ia optimis hutan akan tetap lestari jika ada dukungan dari semua pihak untuk menjaga kelestarian hutan. “Kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan juga perlu pengawasan dari semua pihak masyarakat,” tandasnya. (*)

caleg

Berita Pilihan

Makassar Satu Kabar Muna Satu Kabar Satu Kabar
To Top