Mengenal Syekh Ibrahim, Penyebar Agama Islam di Bontopale (2)

Penulis saat melihat batu yang konon digunakan oleh Syekh Ibrahim untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya (foto: Kari/Sinjai Info)
Penulis saat melihat batu yang konon digunakan oleh Syekh Ibrahim untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya (foto: Kari/Sinjai Info)

Menyeberangi Teluk Bone dengan Berpijak pada Batu

Penulis: Zainal Abidin Ridwan

Banyak cerita menarik yang dituturkan lisan secara turun temurun oleh warga Bontopale, Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur mengenai sosok Tuan Sengngo atau Syekh Ibrahim Rahmat.

Tuan Sengngo menurut Puang Massenge, Imam Masjid Bontopale, tidak hanya dibekali dengan kedalaman ilmu Agama. Namun ada kelebihan lain yang dimilikinya yang kerap membuat geger warga kampung dan pembesar di kerajaan Bulo-Bulo saat itu.

Salah satu kelebihan yang dimilikinya adalah mampu menyeberangi Teluk Bone hanya  dengan berpijak pada sebuah batu berdiameter sekitar 50 sentimeter. Batu tersebut  konon sering digunakan oleh Syekh Ibrahim untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

“Ada kisah menarik yang diceritakan orang tua kami dulu. Saat itu ada warga Pulau  Burunglohe di Pulau Sembilan yang menggelar hajatan. Semua pembesar kerajaan Bulo-Bulo diundang, termasuk Arung Pangasa. Syekh Ibrahim juga mendapat ajakan dari Puatta Bulo-Bulo untuk menghadiri hajatan tersebut,” tutur Puang Massenge, Imam Masjid Bontopale.

Inzet: Batu yang konon adalah bekas pijakan kaki Tuan Sengngo atau Syekh Ibrahim (foto: Kari/Sinjai Info)

“Syekh Ibrahim menyanggupi untuk hadir. Namun ia meminta Puatta Bulo-Bulo dan pembesar kerajaan lainnya untuk berangkat duluan, dan nanti ia akan menyusul. Kemudian berangkatlah Puatta Bulo-Bulo dan rombongan ke Pulau Burunglohe menggunakan perahu,” tambah Imam Masjid Bontopale.

Lanjut Puang Massenge, saat tiba di Pulau Burunglohe, Puatta Bulo-Bulo dan rombongan  kaget karena Syekh Ibrahim sudah ada di lokasi hajatan dan tidak terlihat ada perahu yang ia gunakan. “Setelah kejadian tersebut, Puatta Bulo-Bulo kemudian memerintahkan salah seorang pembesar kerajaan untuk mencari tahu kenapa bisa Syekh lebih duluan tiba tanpa menggunakan perahu,” jelasnya.

Batu yang digunakan oleh Tuan Sengngo untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya akhirnya diketahui oleh Puatta Bulo-Bulo, setelah salah seorang pembesar kerajaan melihat Syekh berpijak pada batu tersebut.

“Menurut cerita turun temurun di Bontopale, pada suatu ketika karena penasaran, Puatta Bulo-Bulo kembali mengajak Syekh untuk memenuhi undangan hajatan di Pulau Sembilan. Syekh menyanggupi namun kembali meminta Puatta Bulo-Bulo untuk berangkat duluan. Kesempatan ini digunakan Puatta dengan memerintahkan salah seorang pembesar kerajaan untuk mengintip apa yang dilakukan Syekh saat ia berangkat,” cerita Puang Massenge didampingi Muhani, isterinya.

Hingga saat ini, batu bekas pijakan Syekh Ibrahim masih terdapat di Bontopale.  Lokasinya sekitar 70 meter dari Masjid Istiqlal Bontopale, dan berdampingan dengan sumur tua di Dusun tersebut. Sumur tua yang tak pernah kering meski musim kemarau ini juga menjadi bagian dari cerita menarik tentang Syekh Ibrahim Rahmat.