Money Politik, Antara Tantangan dan Momentum

Syahrul Gunawan/dok.pribadi
Syahrul Gunawan/dok.pribadi

Oleh : Syahrul Gunawan

Berdasar pada pendapat Max Weber bahwa kekuasaan adalah kemampuan dalam suatu hubungan sosial untuk melaksanakan kemauan sendiri (apapun dasarnya) sewalaupun mengalami perlawanan. Namun, kekuasaan yang dipersoalkan di sini bukan segala bentuk kekuasaan, melainkan kekuasaan negara.
Politik Adalah ciri khas negara bahwa kekuasaannya memiliki wewenang, apabila istilah kekuasaan ini kita kaitkan dengan negara, maka istilah itu selalu merujuk dalam arti otoritas atau kekuasaan yang dilembagakan.

Mengutip pada blog Gramedia, hal pertama yang akan kita bahas bersama adalah tentang pengertian politik. Pengertian politik juga bisa dilihat berdasarkan sejarah yang ada. Secara etimologi istilah politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, politik adalah suatu pengetahuan tentang ketatanegaraan atau kenegaraan seperti sistem pemerintahan dan juga dasar pemerintahan.

Selain itu politik juga bisa diartikan sebagai segala urusan dan tindakan seperti kebijakan, siasat dan lain sebagainya tentang pemerintahan negara atau suatu negara lain.

Politik adalah suatu cara seseorang dalam membuat suatu keputusan pada kehidupan berkelompok. Oleh karena itu politik juga mengacu pada suatu cara membuat kesepakatan antar manusia sehingga mereka bisa hidup berdampingan atau berkelompok dalam suatu suku, kota bahkan hingga di negara.

Merujuk pada pengertian diatas mampu kita menyimpulkan bahwa sejatinya politik merupakan upaya untuk mengatur kehidupan manusia sebagai upaya menciptakan kondisi yang tenteram, damai, adil dan bersih tanpa money politik.

Namun, realitas yang terjadi hari ini, politik dijalankan oleh sebagian besar tokok politik justru melanggenkan jalannya dengan mnoney politik. Pandangan ini tak mampu kita tepis sebab sudah menjadi budaya dimasyarakat.

Cyper Jehan Paju Dale (2013) dalam bukunya Kuasa Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik, mengatakan korupsi bertumbuh subur dalam sistem kapitalistik, ketika akumulasi kapital menjadi tujuan dan persaingan bebas menjadi mekanisme utamanya. Korupsi sebagai bagian dari permasalahan kejahatan, telah menjadi suatu dagangan politik.

Ketika berlangsungnya kampanye, peserta pemilu dan pilkada menjadikan korupsi sebagai sebuah tema dagangan kampanye yang seksi. Mereka menyatakan ‘ayo lawan praktik korupsi sampai ke akar-akarnya, korupsi merusak pembangunan dan korupsi melahirkan pemiskinan sistemik dan sebagainya.

Namun tanpa disadari sesungguhnya dengan menggunakan biaya politik yang banyak merupakan gambaran sederhana bahwa secara otomatis ketika terpilih menjadi pemimpin mengupakan untuk mengembalikan anggaran yang telah dikeluarkan pada saat berkampanye, misalnya dengan menyuap masyarakat baik itu berupa uang, barang tertentu atau sembako demi menarik hak suaranya.

Erwin Bumke beranggapan bahwa selama ini memang tidak ada definisi baku tentang politik uang. Istilah politik uang digunakan untuk menyatakan korupsi politik, klientelisme hingga pembelianMenurut Aspinal (2019), patronase adalah sebuah pembagian keuntungan di antara politisi dan mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pegiat kampanye. Tujuannya ialah mendapatkan dukungan politik dari mereka. Politik uang menjadi corong utama menciptakan seorang pemimpin yang pro terhadap kepentingan pribadi dan kelompok.

Namun, yang menjadi kendala dalam memberantas politik uang/money politik sebagian besar masyarakat enggan melaporkan money politik yang terjadi. Ini juga merupakan bentuk gambaran bahwa edukasi tentang bahaya money politik masih minim di masyarakat.

Tidak bisa juga dipungkiri, masyarakat menjadikan money politik sebagai hal yang biasa karena terpancar dari perilaku tokoh politik, ketika telah berhasil terpilih mereka kebanyakan enggan lagi untuk mengunjungi masyarakat. Ini mungkin merupakan salah satu pola berfikir apatis masyarakat sehingga lebih memilih menerima ketika diberikan uang dibanding mempertahankan idealisme hak suaranya yang tidak sebanding dengan beberapa lembar uang kertas yang diberikan oleh politikus.

Penulis sempat melakukan survei langsung terhadap masyarakat terkait mengapa mereka mau mengambil uang dari politikus? Jawabannya menurut penulis sangat diluar dugaan, mereka kebanyakan menjawab dengan ekspresi biasa biasa saja “saya memilih mengambil uangnya karena sudah bisa diprediksi ketika terpilih sudah enggan mengunjungi kami” jawaban yang menurut penulis jauh lebih parah yang masyarakat menjawab “Ketika mereka terpilih juga tidak akan merubah nasib kami yang akan tetap menjadi buruh tani, tukang becak, buruh bangunan dan sebagainya”

Upaya menyadarkan masyarakat dalam melawan politik uang/Money Politic sangat penting sebagai upaya untuk menempatkan masyarakat sebagai pengontrol jalannya pemerintahan yang baik (good governance). Karena dampak korupsi sangat luar biasa, minimnya program pemerintahan yang terealisasi, perekonomian masyarakat tidak stabil, tidak tercapainya visi misi pemerintahan yang telah dijanjikan ketika kampanye.

Langkah ini penting untuk terus dilakukan karena juga merupakan suatu sosialisasi politik bersih di tengah masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengedukasi, salah satunya terjun langsung dalam masyarakat dengan mengadakan seminar, diskusi atau door to door pada masyarakat atau dengan edukasi melalui sosial media.

Gerakan mengedukasi masyarakat harus dilakukan dengan menolak money politik dan gerakan memberantas korupsi. Langkah ini paling efektif dilakukan dari masyarakat desa, karena masyarakat desa biasanya akan lebih mudah diedukasi terkait dengan gerakan seperti ini.

Penulis mengharapkan pendapat masyarakat terkait dengan apatis yang sudah terbangun mampu di perbaiki oleh tokoh politik kedepannya, karena ketika ini dibiarkan terus menerus akan menjadi mosi tidak percaya dari masyarakat terkait dengan program pemerintah dan yang akan menjadi korbannya sekelompok tokoh politik yang masih memegang teguh prinsip politik yang idealis. (*)

*Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis