Membangun Konstruksi: “ Zero Malaria Starts with Me”
Oleh:
Drg.Irfan Aryanto
(Penulis adalah Dokter Gigi Puskesmas Lappae.
Pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia Kabupaten Sinjai)
Begitu menakutkannya masyarakat saat mendengar kata Malaria. Penyakit ini menjadi momok mengerikan bagi semua orang. Dahsyatnya malaria tergambar dari jumlah penduduk dunia yang meninggal disebabkan penyakit ini. Perkiraan jumlah kematian malaria pada tahun 2017 menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sebesar 435.000 jiwa. Diyakini angka ini tidak berubah di tahun sebelumnya, Itu berarti tidak ada penurunan secara signifikan. Anehnya, bertahun-tahun perang terhadap malaria telah dilakukan, tetapi tidak menunjukkan kemajuan dalam menyurutkan jumlah kematian karena malaria.
Pada Kamis 25 April 2019 bertepatan dengan Hari Malaria Sedunia, tema “Zero Malaria Starts with Me” digaungkan sebagai langkah darurat dalam menghadapi perluasan penyakit malaria. WHO mencatat terdapat lebih dari 4,2 milyar orang rentan terkena penyakit malaria. Pada tahun 2015, terdata sebanyak 214 juta orang terinfeksi malaria. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penderita penyakit Ebola yang sedang mewabah di Afrika pada tahun yang sama.
Menurut laporan WHO, India adalah negara dengan kasus malaria terbanyak. WHO memperkirakan sebanyak 90 % kasus malaria di Asia Tenggara terjadi di India. Sedangkan Indonesia tercatat menyumbang 9 persen kasus dalam lingkup Asia Tenggara.
Tema “zero Malaria starts with me” yang berarti Menghilangkan malaria dimulai dari diri sendiri merupakan kampanye bermuatan kesadaran pribadi untuk peduli terhadap bahaya dan langkah-langkah pencegahan penyakit malaria. Logo zero malaria start with me bahkan di launching di negara Senegel dengan harapan masyarakat merasa kepemilikan memberantas malaria menjadi global dan setiap orang berkontribusi dalam hal ini.
Walaupun banyak negara telah mengembangkan model kampanye tersendiri melawan malaria, tema zero malaria starts with me tidak berarti menggantikan kebijakan tersebut, tetapi menjadi upaya perluasan kampanye melawan malaria. Tujuannya tidak lain agar keterlibatan pihak swasta dan pembentukan komunitas bersifat swasembada dapat menjamur dan membantu usaha pemerintah dalam usaha memberantas malaria.
Gerakan berbasis masyarakat diyakini sangat efektif dalam memberantas malaria. Dengan itu maka penyebaran kampanye melawan malaria melalui media sosial dapat terjadi secara massif. Ide-ide bersifat baru dan inovatif akan lahir. Pejuang-pejuang individu melawan malaria akan makin mempersempit ruang gerak penyakit malaria , karena tak dapat dipungkiri penyakit malaria disebabkan sebagian besar oleh kebersihan lingkungan dan kewaspadaan pribadi.
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan parasit, yaitu plasmodium yang berkembang dalam tubuh nyamuk Anopheles. Penularan malaria umumnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina dimalam hari. Setelah tertular penyakit malaria, seseorang akan mengalami gejala suhu tubuh naik turun dalam waktu singkat, nyeri pada otot, mual muntah dan pada anak disertai kejang. Bila telah parah, penyakit malaria bisa mengakibatkan kematian.
Dasarnya, penyakit malaria bisa dicegah dengan cara menutup peluang berkembangbiaknya nyamuk penyebab malaria. Menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak muncul genangan air dan menggunakan kelambu dimalam hari merupakan sebagian langkah-langkah yang bisa dilakukan mencegah penyakit malaria. Bila perlu, rutin melakukan fogging massal di lingkungan sekitar dengan koordinasi pemerintah setempat dan fasilitas kesehatan. Bagi masyarakat yang memiliki kolam, bisa menyebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan mujair dan ikan cupang
Di beberapa daerah Indonesia yang memiliki curah hujan cukup tinggi, lahirnya genangan air di barang bekas sangat besar. Di tambah dengan kebersihan lingkungan buruk, tanpa disadari masyarakat menciptkan lingkungan yang baik untuk jentik nyamuk. Dalam hitungan singkat, jentik nyamuk akan berkembang biak menjadi mesin pembunuh.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, kelompok rentan yang terkena malaria adalah anak-anak usia 1-9 tahun dan ibu hamil. Ironinya, ibu hamil yang terkena malaria akan melahirkan bayi dengan resiko BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dibandingkan ibu hamil yang tidak terkena malaria. Itu berarti malaria menyebabkan efek berkelanjutan bagi anak-anak dalam proses tumbuh kembangnya. Bisa dibayangkan bagaimana masa depan anak-anak Indonesia bila penyakit malaria tidak diberantas hingga mencapai angka nol.
Meski jumlah malaria secara nasional mengalami penurunan, beberapa wilayah timur seperti Papua, NTT, Maluku, Sulawesi dan Bangka Belitung masih berpotensi mengalami endemik malaria. Beberapa langkah eliminasi malaria telah ditelurkan oleh Kementerian Kesehatan dengan cara memperkaya upaya promotif dan preventif dalam mencegah malaria serta pembagian kelambu secara gratis ke seluruh masyarakat.
Dalam lingkup Kabupaten Sinjai, program pemerintah dalam bidang kesehatan menurut penulis sangat sinergis dengan upaya pemberantasan penyakit Malaria. Di setiap puskesmas di Kabupaten Sinjai, upaya promotif dan preventif terus dilakukan hampir setiap hari selama 12 bulan penuh. Petugas kesehatan di setiap puskesmas secara konsisten melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar memiliki kebiasaan pola hidup sehat baik diri maupun lingkungan. Dengan cara seperti ini, besar harapan kita semua Kabupaten Sinjai dapat bebas dari terjangan malaria.
(isi menjadi tanggung jawab penulis)