The Power of Sedekah ‘Bubur Mas Sholeh’

Andi Yanuari, pedagang bubur ayam 'Mas Sholeh' saat berjualan dengan mini bus di bilangan Jalan Persatuan Raya, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai. Mobilnya dipenuhi stiker yang berisi ajakan untuk bersedekah. (foto: ZAR/sinjaiinfo)
Andi Yanuari, pedagang bubur ayam ‘Mas Sholeh’ saat berjualan dengan mini bus di bilangan Jalan Persatuan Raya, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai. Mobilnya dipenuhi stiker yang berisi ajakan untuk bersedekah. (foto: ZAR/sinjaiinfo)

“Berapa pun penghasilan kita hari ini, sisihkan untuk bersedekah. Bahkan paksa diri untuk mampu berbagi setiap hari. Tak selalu dengan materi, bisa juga dengan jasa yang kita miliki”. Narasi ini memotivasi diri untuk bersedekah, setiap kali membeli Bubur Ayam ‘Mas Sholeh’ di bilangan Jalan Persatuan Raya, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai.

laporan: Zainal Abidin Ridwan

Saya selalu menyempatkan diri mengonsumsi bubur ayam sebagai menu sarapan. Favorit saya adalah bubur racikan ‘Mas Sholeh’. Pemilik usaha dengan brand Bubur Mas Sholeh ini adalah Andi Yanuari. Ia dengan mobil mini busnya, beberapa hari terakhir ini kerap mangkal di depan BRI Cabang Sinjai, Jalan Persatuan Raya, Kecamatan Sinjai Utara. Padahal sebelumnya ia hanya berjualan di kedainya, di Jalan Bulu Lohe.

Pada Senin, 5 Juli 2021, pukul 07.50 wita, saya menyambanginya di tempat mangkalnya tersebut. Saya mencoba sensasi lain makan bubur di pinggir jalan, karena selama ini hanya memesannya via kurir. Tak sulit mengenali mini bus Bubur Mas Sholeh jika anda melintas di bilangan Jalan Persatuan Raya.

Body mobil Andi Yanuari tersebut nyaris dipenuhi stiker. Tulisan dan gambarnya banyak macam. Namun semuanya berisi kalimat pemantik semangat dan motivasi hidup. Seperti misalnya, “Berapa pun penghasilan kita hari ini, sisihkan untuk bersedekah. Bahkan paksa diri untuk mampu berbagi setiap hari. Tak selalu dengan materi, bisa juga dengan jasa yang kita miliki”.

Kemudian adapula stiker bertuliskan, “Mari berlomba-lomba dalam kebaikan” dan “Gerakan Infaq Beras”. Aneka stiker yang terpasang di mobilnya, menurut pria kelahiran Sinjai, 23 Januari 1992 ini ungkapnya, juga bagian dari sedekah dan ajakan untuk beramal saleh.

Sebelum berjualan bubur ayam di tanah kelahirannya, suami dari Fatmawati ini pernah merasakan kerasnya hidup di ibukota. Ia pernah bekerja pada perusahaan ban milik PT. Gajah Tunggal, Tangerang pada 2010. Lalu memutuskan resign pada 2016. Ia mengambil langkah tersebut setelah mengikuti beberapa seminar wirausaha.

“Saya juga sering baca bukunya Bob Sadino. Dari situ mindset saya berubah, dan ingin fokus berwirausaha walaupun keluarga menolak keras. Bahkan ada yang tidak setuju saya keluar dari perusahaan,” ungkapnya menceritakan respon keluarga setelah memutuskan resign dari perusahaan.

Setelah memutuskan kembali ke Sinjai, ia mengawali usahanya dengan berdagang bakso keliling. Saat berdagang bakso inilah, Andi Yanuari yang juga alumni SMAN 1 Sinjai, berkenalan dengan seorang penjual bubur yang saat itu terlilit utang, dan ingin kembali ke kampungnya di Jawa namun tak punya biaya.

“Penjual bubur tersebut terlilit utang dan memutuskan pulang kampung bersama keluarganya. Namun mereka tidak punya biaya tiket. Akhirnya ia menawarkan ke saya untuk membeli semua peralatannya, termasuk gerobak untuk pembeli tiket kapal laut,” tutur pria yang telah dikaruniai tiga orang anak.

Ketika peralatan dan gerobak sudah lengkap, ia banting setir dari jualan bakso ke bubur ayam dengan memberinya brand ‘Bubur Mas Sholeh’. Usaha bubur ayam digeluti sejak 2018. Sejak saat itu ia ulet bekerja meski harus berkeliling menjajakan bubur ayam menggunakan gerobak. Yang tak pernah ia lupakan adalah kebiasaan bersedekah. Termasuk sedekah bubur setiap hari Jumat.

Keberadaan media sosial cukup membantunya menjajakan bubur ayam. Ia membuat akun media sosial di facebook, dan setiap hari membagikan aktivitas di tempat jualannya. Yanuari juga bekerjasama dengan beberapa kurir online. Pelan-pelan usahanya meningkat. Namun ia tak ingin jemawa. Soal rasa dari racikan buburnya tetap nomor satu baginya.

Sebelum pandemi covid-19 ia mampu meraup pendapatan hingga 700 ribu. Namun ujian datang pada setahun terakhir ini atau saat Pandemi covid-19. Pendapatan yang ia peroleh hanya sekira 400 ribu per hari. “Salah satu hikmah dari Pandemi Covid-19 adalah mengajarkan kita untuk lebih banyak bersabar,” tuturnya, sembari melayani beberapa karyawan bank yang memesan bubur.

Dengan pendapatan yang tak seberapa di masa pandemi covid-19, tak menyurutkan cita-citanya untuk Umroh dan Haji. Bahkan tetap penuh harap memiliki sebuah rumah toko sebagai tempat jualan sekaligus tempat tinggal bersama orang tua, isteri, dan anak-anaknya.

Selain pendapatan dari hasil menjual bubur, untuk menopang kebutuhan sehari-harinya, Andi Yanuari kerap menerima permintaan jasa Bekam. Keahlian membekam ia dapatkan di Tangerang. Ketika itu pada 2014 ia ikut pelatihan Thibbun Nabawi.

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Yanuari tidak ingin kehilangan momentum terbaik dalam menjalani hidup. Ia ingin aktivitasnya bermanfaat bagi orang lain. Hal ini pula yang mendasarinya bergabung di PASKAS atau Pasukan Amal Shaleh Sinjai yang berkantor di area Masjid Nailul Maram, Kelurahan Lappa.

Salah satu kegiatan di PASKAS adalah Gerakan Infaq Beras. “Ini sejalan dengan kebiasaan saya sejak menjual bubur, yakni mengumpulkan beras setiap hari Kamis untuk disedekahkan di hari Jumat. Lalu ada ajakan dari pengurus masjid nailul maram membentuk PASKAS Sinjai,” tandasnya.

Bukan hanya Bubur Mas Sholeh yang mengandung daging ayam. Pembicaraan saya dengan Andi Yanuari juga isinya ‘daging’ semua. Banyak hikmah dan motivasi hidup bisa diserap dan diterapkan. Termasuk pesan moral yang tertulis pada kaos yang ia kenakan, “Harta menjadi berkah karena sedekah”. Indahnya berbagi. (*)