Selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha, dan Fitriani membuktikan. Ibu Empat anak ini mampu menyelamatkan anaknya yang terjebak di kamar, dan nyaris tertimpa reruntuhan rumah saat gempa bumi terjadi di Palu.
Laporan: Zainal Abidin Ridwan
Fitriani, 39 tahun, berada di dapur saat Azan Magrib berkumandang. Ia menghentikan kegiatannya: menggoreng Ikan. Sejurus kemudian lantai yang dipijaknya bergetar. Ia oleng, bahkan sempat terjatuh. Beberapa menit kemudian, rumahnya bergerak miring dan muncul retakan pada bagian dinding.
“Gempa… ada gempa!!”. Fitriani berteriak berbarengan dengan Muhammad Sapri, suaminya. Meski panik, akal sehat pasangan suami-isteri ini masih bekerja. Ada dua anaknya di kamar yang harus segera diselamatkan. Saat berada di depan kamar, kepanikan Fitriani makin menjadi. Rumahnya yang miring membuat pintu kamar tertekan dan tidak bisa terbuka. Fitriani dan suaminya, pun terpaksa mendobrak pintu kamar.
Saat pintu kamar terbuka, Muhammad Sapri segera menyambar anak bungsunya, Muhammad Nur Saidil, 3 tahun, dan Sari, yang masih duduk di bangku Kelas 4 SD. Terlambat sedikit, nyawa Saidil dan Sari kemungkinan tidak bisa tertolong. “Kepala Saidil sempat benjol karena tertimpa kayu saat rumah akan roboh. Setelah itu kami berlari ke luar rumah menyelamatkan diri,” kisah Fitriani, kepada penulis, Sabtu (06/10/2018) siang.
Saat ditemui, Fitriani berada di rumah mertuanya di Jalan KH. Agus Salim, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai. Ia dan anaknya tiba di Sinjai, dua hari lalu. Mertuanya berinisiatif untuk menjemputnya di Palu. Sebelum tsunami datang, kenang Fitriani, terjadi gempa sebanyak dua kali dan menghancurkan semua bangunan di Kota Palu. Termasuk rumahnya di Jalan Yojokodi, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur.
Suami Fitriani, Muhammad Sapri, bekerja sebagai tenaga honorer di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palu. Saat gempa dan tsunami terjadi, suaminya sedang tak enak badan. Ia mengajukan surat izin sakit, dan tidak bisa mengawal persiapan Festival Nomoni bersama puluhan temannya di Satpol Pamong Praja.
“Entah apa yang terjadi andai suami saya bertugas sebagai pengamanan di lokasi Festival Nomoni. Hingga saat ini saja, masih ada puluhan temannya di Satpol PP yang dinyatakan hilang saat tsunami datang menghantam,” jelas Fitriani, dengan ekspresi sedih.
Jika Fitriani, suami, dan anak-anaknya selamat dari musibah dahsyat ini, tidak bagi iparnya bernama Mulyadi. Saudara kandung suaminya tersebut meninggal akibat tertimpa bangunan di sebuah lokasi bernama Talise.
Puskesmas Balangnipa Pantau Kondisi Saidil
Fitriani bersyukur bisa sampai di Kabupaten Sinjai atas inisiatif Hj. Hasna, mertuanya yang pergi ke Palu menjemputnya, bersama anak-anaknya. Satu-satunya harapan untuk moda angkutan ke Sinjai saat itu hanya Bus. Niat untuk naik pesawat Hercules sebenarnya sempat ada, namun Fitriani yang lahir di Kota Palu urung ke Bandara setelah mendapat kabar antrian cukup banyak.
“Saya tinggal di Kecamatan Palu Timur. Karena jembatan kuning putus, terpaksa kami melewati Jembatan Tiga, lalu naik ke gunung untuk bisa sampai ke terminal. Beruntung di terminal kami mendapatkan Bus ke Makassar, meski tarif yang dikenakan cukup tinggi,” ungkap Fitriani.
Saat di atas Bus selama sehari-semalam, ia kembali dilanda panik. Bukan karena gempa, namun karena anak bungsunya, Muhammad Nur Saidil gelisah dan terus menangis. Silih berganti ia dan mertuanya berupaya mendiamkan tangisan Saidil. “Mungkin karena kondisinya lemah saat kami mengungsi dan tidur di atas aspal, sehingga ia tidak berhenti menangis,” kisahnya.
Sebelum tiba di Makassar, fitriani dan mertuanya meminta Bus berhenti di Kota Maros, lalu mencari kendaraan angkutan umum ke Kabupaten Sinjai. Setelahnya, Fitriani dan anak-anaknya berpelukan dengan seluruh kerabatnya yang menunggu dengan cemas.
Sementara itu kondisi Saidil yang sempat menurun saat baru tiba di Sinjai, sudah mampu tertangani oleh petugas dari Puskesmas Balangnipa. Pemeriksaan dan pengawasan kondisi bocah yang lahir prematur tersebut, sudah dilakukan sejak Sabtu (06/10/2018) pagi. “Pokoknya kami datang ke rumah-rumah yang terdapat pengungsi dari Palu, untuk memeriksa kesehatan mereka termasuk bocah Saidil ini,” kata Nurjannah, petugas dari Puskesmas Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Irwan Suaib membenarkan bahwa pihaknya terjuan ke lapangan untuk memeriksa kesehatan para pengungsi yang tiba di Sinjai. “Bapak Kepala Dinas memang menginstruksikan agar pengungsi dari Palu yang tiba di Sinjai, diperiksa kondisi kesehatannya. Ini salah satu bentuk perhatian Pemkab Sinjai kepada para korban. Kepada teman-teman wartawan, kami juga minta agar kami dikabari jika menemukan ada pengungsi dari Palu yang belum diperiksa kondisinya,” papar Irwan Suaib.
Fitriani dan anak-anaknya yang saat ini mencoba akrab dengan suasana Sinjai, adalah satu keluarga dari sekian banyak Kepala keluarga yang menjadi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Mereka butuh perhatian, asupan gizi, pakaian, dan sekolah. (*)